Mohon tunggu...
Andri Atagoran
Andri Atagoran Mohon Tunggu... Freelanser -

MENULIS BUKAN SEKEDAR HOBI Silakan kunjungi blog sederhana saya http://klikanakzaman.blogspot.co.id/ Alumni Fakultas Ekonomi-Universitas Pancasila

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surabaya 10 November 1945, Sebuah Refleksi

11 November 2015   21:31 Diperbarui: 11 November 2015   22:19 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepuluh November, hari pahlawan Republik Indonesia. Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia telah mencatatat bagaimana gigihnya para pejuang kita di kala itu, ketika bertempur melawan pasukan kolonial. 10 November 1945, kala itu, tidak hanya sebatas cerita yang perlu dikenang, tetapi lebih dari pada itu, peristiwa 10 November telah banyak memberikan pengaruh terhadap perlawanan-perlawanan rakyat indonesia di daerah lainya.

Kita tidak perlu mengulas lagi bagaimana kronologi sejarah, karena saya sendiri pun yakin, bahwa kita semua yang memiliki semangat Nasionalisme, tentu sudah tahu banyak tentang sejarah di kota Surabaya ini. Jauh lebih penting bagi kita adalah merefleksikan kembali, bagaimana semangat nasionalisme yang berkobar saat itu untuk negri yang beberapa bulan yang lalu baru memproklamirkan kemerdekaanya.

Secara matematis, Inggris yang tergabung dalam pasukan kolonial, yang diboncengi oleh Pemerintah Sipil Hindia Belanda yang ditugaskan di Indonesia kala itu, NICA (Nederlandsch Indië Civil Administration), memperkirakan hanya membutuhkan tiga hari untuk menumpas perlawanan rakyat Indonesial kala itu.

Tetapi apa yang terjadi setelahnya sungguh jauh berbeda dari perkiraan. Tentara Kolonial harus menghabiskan waktu sebulan untuk menghentikan dan mengambil alih kota Surabaya yang saat itu dikuasai oleh tentara dan pemerintah Indonesia yang baru terbentuk, 17 Agustus 1945 silam. Semangat perjuangan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), saat ini menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), yang pantang menyerah bersama rakyat, telah memberikan sebuah catatan penting, bagaimana rasa Nasionalisme yang tumbuh dari kesadaran murni, akan mampu menghancurkan segala sesuatu yang mengancam kesatuan dan keutuhan NKRI.

Lalu, apa makna dari perjuangan para pahlawan bangsa pada zaman kemerdekaan bagi kita generasi muda sekarang? Apa pun terjadi, kita sebagai generasi muda akan tetap menjadi anak zaman. Terlahir di zaman yang berbeda, sedikit banyak telah memberikan pengaruh terhadap semangat Nasionalisme kita. Banyak di antara kita yang saat ini dinobatkan menjadi pahlawan masa kini. Sebut saja di bidang olahraga ada atlet bulutangkis Indonesia seperti Rudy Hartono, Haryanto Arbi yang tenar dengan julukan “smash 100 watt”, Lim Swie king dan Taufik Hidayat serta beberapa sosok atlit lainnya yang mengharumkan nama Indoensia di kancah Internasional.

Di bidang pengembangan teknologi ada B.J Habibie dengan besutannya Boeing-777, pesawat N-250 yang sempat terbang di langit Indonesia sebagai simbol kejayaan dirgantara. Lalu kita kenal juga Prof Sedijatmo yang menemukan Pondasi Cakar Ayam untuk mendirikan 7 menara listrik tegangan tinggi di daerah rawa-rawa Ancol Jakarta.

Di bidang pertanian kita mengenal Gun Soetopo, pengusaha buah naga, yang mengubah kawasan yang dulunya merupakan hamparan semak belukar yang didominasi pakis dan gelam menjadi kawasan pertanian unggulan (sumber: inovasiuntukindonesia.org).

Ini hanyalah sebagian kecil dari pahlawan masa kini yang sering atau mungkin juga tidak kita kenal. Ironisnya, di lain hal, tidak sedikit berita atau peristiwa yang menggambarkan mundurnya semangat nasionalisme sabagai bentuk penghargaan kita atas jasa para pendiri dan pejuang kemerdekaan bangsa. Pembakaran rumah ibadah di beberapa wilayah, tindakan korupsi yang merajalela, kisruh sepakbola nasional. Ini hanyalah sebagian kecil dari apa yang kita sebut sebagai ancaman keutuhan NKRI dari dalam tubuh kita sendiri.

Beberapa sosok pahlawan masa kini yang saya sebutkan di atas, sedikit banyak telah memberikan kontribusi bagi kehidupan orang banyak di negri ini. Tidak sedikit juga orang lain yang berubah, dan melakukan hal yang sama seperti yang mereka laukan, walau pun dalam bidang yang berbeda. Ketika kita medengar berita kontingan Indonesia menjuarai berbagai olimpiade sains di luar negri. inilah generasi muda kita, mereka-mereka sebagi anak zaman yang mengikuti jejak dengan semangat nasionalisme para pendahulunya.

Hal ini mengingatkan saya bagaiamana perang-perang yang lainnya turut berkobar setelah meletusnya perang di Surabaya. Ini sebagai tanda bahwa perasaan nasionalisme bersama sudah tumbuh sejak zaman itu. Lalu apa yang terjadi dengan anak zaman ini? Gaya hidup (life style) modern yang menyerang generasi muda masa kini, telah menyelimuti kita dalam satu kebiasaan hedonisme, konsumerisme bahkan menjurus ke arah hyperkonsumerisme. Fenomena ini menyebabkan generasi muda kita cenderung melupakan hal-hal berbau nasionalisme.

Bukan berarti saya mengatakan bahwa setiap generasi muda terjebak dalam pusaran modernitas maka adalah generasi yang anti nasionalisme. Saya hanya mau menjelaskan, bahwa sejarah perjuangan para pahlawan kita di masa lalu, paling tidak atau sedikit, hendaklah kita memaknainya sebagai kekuatan untuk menyikapi dengan bijak tantangan modernitas dalam mewujudkan masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun