Sehabis Mengantar Jenazah
Pengalaman ditembaki adalah yang pertama kali. Dengan perlahan-lahan saya berhasil keluar dari gelanggang tempur untuk mengantarkan teman yang syahid ke garis belakang. Aku dan Zakaria berusaha menggotong jenazah tersebut. Aku kira penting untuk cepat menaruhnya selagi pasukan kami tidak sedang digempur kalau sedang digempur pasti memerlukan diriku untuk bertahan. Sempat juga saya melihat ke belakang khawatir teman saya terkena serangan.
Tetapi Alhamdullilah sepeninggal saya tidak serangan hanya tembakan sporadis. Saya yang cuma ditembaki karena badan saya yang menyembul.
Aku capek sekali dan sangat miris melihat banyak anak bangsa yang tewas dalam peperangan ini. Tentu saja musuh juga tidak kalah banyak yang mati. Aku melihat setiap usaha serangan mereka yang gagal mereka kehabisan puluhan pasukan di sektor sini saja. Kau membayangkan bahwa mereka juga akan kehilangan banyak pasukan di tepat yang lain.
Itu semua manusia dikerjakan seolah hewan yang harus berperang atau mesin yang harus bekerja tanpa ada rasa. Mereka semuanya harus menuruti apa yang komandan mereka katakan tanpa kecuali.
Aku memandangi mayat yang menggeletak sekali ada yang meringkik kesakitan seperti membalikkan badannya yang seolah ingin melindungi dirinya dari peluru yang akan ditembakkan pasukan Turki. Sebenarnya kami sudah membiarkan saja karena musuh yang sudah tidak berdaya lebih baik di biarkan saja dan tidak usah untuk menderita karena justru akan menambah berdosa saja.
Kami hanya menunggu dari kabar mereka yang menawarkan gencaatan senjata baru kami akan membiarkan untuk menyetop tembakan kami. Dari arah pasukan Australia ada tembakan dalam ritme sekitar 3 detik agar meyakinkan bahwa perang masih bisa berlangsung.
Kami tidak ada korban yang ada di luar parit sehingga seluruh korban sudah kami evakuasi. Kalau korban yang terlka ringan masih ada di garis depan untuk mengawasi musuh yang ada di depan. Mereka tidak mau untuk menjadi penghuni rumah sakit karena mereka berfikir bahwa mereka lebih berharga di sini. Yasir hanya memberikan perawatan yang ia bisa.
Ia terlihat sedang merawat kakek Sulayman yang terluka di kanannya. Dengan menggunakan perban ia membasuh lengan kakek Sulayman yang berdarah tersebut. Si kakek tetap terseyum dan ia menikmati teh Apel sambil tersenyum.
“Kenapa kau tersenyum Kakek Sulayman”
“Alhamdulillah, prajurit Ausralia tersebut tidak mampu merubuhkan kakek tua ini. Mereka belum tahu bahwa aku sudah pernah di Bulgaria berperang bahkan sebelum mereka ada di dunia ini”, katanya dengan bangga