Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Ismail the Forgotten Arab Bagian Keenam

11 Mei 2017   10:28 Diperbarui: 16 Mei 2017   17:04 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami berdua menunduk dari rentetan senapan yang kadang-kadang menghantam bagian atas parit. Ketika rentetan terhenti 30 detik kamipun segera berlari menuju kegaris belakang. Aku sudah lega karena ternyata seangan mereka sudah mereda karena kamis udah semakin jauh dari peperangan tersebut. Aku lega dengan mendesah. Sukurpun terlihat mengeluarkan peluh di dahinya.  

Di sana kami melihat banyak pasukan yang terluka karena serangan musuh. Ada yang sudah tewas dengan badan yang tidak utuh. Aku menjadi meradang dengan darah yang berceceran seperti waktu hari qurban.  Kalau hari ini bukan darah hewan Qurban yang berceceran melainkan darah para syuhada dan para prajuirt yang terluka.   

Ada yang berteriak dan mengaduh keasikan karena luka memenuhi tubunhnya. Aku yakin luka tersebut karena ledakan proyektil meriam. Aku langsung ke seorang perawat yang sedang sibuk mengatur para yang sakit. Ia memprioritaskan orang yang terluka terlebih dahulu. Setelah itu akupun menaruh di bagian mayat dan menatanya dengan rapi.  Akupun minta izin dari perawat untuk kembali ke tempat sektor kami.

Situasi di tempat tersebut sangat menyedihkan. Aku masih melihat seorang prajurit yang membantu kawannya yang terluka parah. Ia dengan perlahan memasukkan botol air minuman ke mulut orang tersebut.

Aku melihat orang yang terseok dengan memanfaatkan senapannya yang panjang sambil menyeret-nyeret kaki kirinya yang terlukan di rombongan belakangnya ada yang terluka mata kirinya oleh peluru senapan.

Si perawat memanggil saya kembali. Aku tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Ia mengaku kehilangan tenaga dan membawa mayat yang syahid ke dalam kereta kuda. Kami langsung tanggap. Aku dan Zakaria mengangkat mayat-mayat tersebut. Mereka sudah terbujur kaku dan tubuh mereka ringan sekali tidak seperti mengangkat orang. Kami menumpuknya di dalam kereta kuda yang kecil.

Aku sebenarnya sudah protes karena perlakukan seperti ini tidak layak namun si perawat tersebut menyatakan terpaksa karena kendaaran hanya sedikit sekali. Kalau kita tidak menumpuk berarti juga melalaikan mayat sama juga tidak menghormati mayat tersebut padahal mereka maunya untuk segera dikuburkan. Aku menjadi mengerti akan hal itu dan tidak ragu untuk mengangkat.

Sepanjang saya mengangkat terus berdatangan dari batalion kami. Konon orang garis depan menyebutkan Australia mendapatkan pasukan Baru dari Gurkha mereka merangsek maju sehingga pasukan ada yang terapaksa mundur bahkan Mulazimmnya tewas dalam pertempuran ini. Aku mendapatkan info dari seorang yang membawa mayat Mulazimnya tersebut. Mulazim tersebut sudah cukup umur dan nampaknya iapun berpengalaman sekali dalam perang namun perang bukan memilih antara yang berpengalaman maupun yang tidak berpengalaman. Mereka menghantam apa saja yang ada di depan mereka.

Karena ada bantuan banyak kamipun selesai menaikkan mayat ke dalam gerobak. Ada tiga gerobak kereta kuda yang memuat para syahid dan kami pun berhenti. Aku memohon pada perawat untuk kembali ke sektor namun karena masih banyak mayat ia menolak. Aku juga mempunyai tugas di lapangan kalau tidak nanti sektorkupun akan hancur. Semuanya sedang berperang dengan hebatnya. Dengan penuturan tersebut si perawat akhirnya membolehkan kembali meski dengan hati yang mendogkol sementara prajurit lain bersiap untuk mengangkat mayat dengan menunggu kereta kuda kembali lagi ke tempat tersebut.

Perang ini memang kacau sekali. Yang sakit langsung diberi pertolongan dan, para perawat berusaha menghentikan pendarahan yang cepat di tubuh si korban perang. Mereka mengikat tangan agar darah tidak muncrat .Sebenarnya Perawat membutuhkan tenaga pikirku namun aku belum mendapat izin Mulazim untuk meninggalkan di barak belakang karena korban dari pihak kami banyak juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun