Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Ismail, The Forgotten Arab Bagian Ketiga

22 April 2017   13:27 Diperbarui: 1 Mei 2017   07:08 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku dipanggil oleh bibi Siti Fathimah, ia adalah adik kandung ibuku. Ia mempunyai kedekatan yang sangat intens pada ibuku karena usianya hanya terpaut empat tahun saja. Jadi setelah ibuku lahir maka urutannya adalah Bibi Siti Fathimah. Orangnya blak-blakan. Ia tidak mau pura-pura. Ialah yang memberitahu bahwa anaknya Paman Mukhtar cantik mirip ibuku.

Perkataanya mungkin mungkin sering meninggi yang kadang membuat orang tidak percaya. Sebenarnya tidak ada maksudnya berbohong. Aku berharap itu bukan perkataan sebuah hiperbola saja. Karena jika hanya perkataan saja hal itu akan menghabiskan waktu.

Aku melihat seorang gadis. Ya, ia benar-benar mirip dengan ibuku. Bibi memang benar dan kali ini bukan seperti perkataan pamanku yang lain kalau bibiku suka membesarkan perkataan. Tidak lebih dan tidak bukan, gadis itu perwujudan dari ibuku hanya saja badannya yang lebih tinggi dan besar. Ia tampak anggun mengiring unta-unta yang hendak diberi minum.

Aku sudah menyatakan setuju dan bibi Fathimah tampaknya senang dan puas. Ia meminta untuk segera keluar dari sana takut gadis itu mengetahui keberadaan kami yang sudah mengintainya. Bibi pun langsung berbalik badan dan ia segera ke rumahnya.

Aku melihat Paman Hakija yang sedang bekerja untuk mengumpulkan barang dagangannya berupa kain yang diimpor dari luar negeri. Ia hendak menggunakan bahan kain itu untuk menjahit gamis laki-laki dan gamis perempuan.

"Darimana saja kalian?"

"Aku dan Ismail sedang melihat Aisyah Putri, saudara sepupuku Mukhtar”

Tampaknya Paman Hakija sedikit pesimis terlihat dari wajahnya yang bengong.

"Selama ayahnya di Istanbul mana, bisa kau melamarnya?"

"Abang, tetapi tidak ada salahnya Ismail melihatnya. Bukankah mereka ke sini juga untuk mencari jodoh. Apa salahnya ia kita jodohkan dengan keponakan kita yang akan mempererat kekerabatan kita”

“Aku kira tidak akan masalah, namun karena ayahnya ada di Turki kita akan sulit untuk meminta izin ayahnya”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun