Mohon tunggu...
SITUMORANG YOSUA
SITUMORANG YOSUA Mohon Tunggu... Akuntan - To celebrate life, to do something good for others

Writing is living in eternity. Your body dead, your mind isn't.

Selanjutnya

Tutup

Money

Happy Money ala Ken Honda

11 Juni 2024   22:38 Diperbarui: 11 Juni 2024   22:59 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Akhir-akhir ini, saya merasa tertarik untuk mengetahui tentang uang. Meskipun saya merasa cukup terliterasi mengenai pengelolaan keuangan, seperti rumus saving 20 persen,  dana darurat, maksimum kredit 30 persen dari penghasilan bulanan, tapi saya merasa uang itu sendiri adalah sesuatu yang magis. Bicara uang sepertinya hal yang tabu, secara khusus di Indonesia. Dan di bangku sekolah pun, hal ini tidak pernah dibahas secara jelas. Juga didalam keluarga. Jarang sekali ada orang tua yang mau terbuka pada anaknya tentang uang. Pasti kita familiar dengan kata-kata "Bapak/ibu lagi ga punya uang nak" atau "Kamu jangan boros-boros ya, papa mama lagi susah". Meskipun bisa jadi, orangtua yang mengatakan itu tidak benar-benar kesulitan keuangan. Yang penting, si anak tidak usah bertanya, tidak usah tahu menahu soal uang. Titik.

Padahal, uang merupakan hal yang fundamental, yang kita perlukan untuk hidup. Makan minum butuh uang, tempat tinggal butuh uang, sekolah butuh uang, berobat butuh uang. Lantas bagaimana kita, yang lahir tanpa manual book tentang uang, menyikapi hal tersebut? Seberapa banyak uang yang kita butuhkan untuk dikumpulkan di dunia ini? Apakah pasti cukup hanya dengan berprinsip "asal tidak lebih besar pasak daripada tiang" agar kita bisa tidur nyenyak tanpa rasa khawatir tentang uang?

Apakah premis "carilah uang sebanyak mungkin agar hidup enak" itu benar? Apakah kalau kita memiliki uang yang banyak sekali, itu akan membawa kita pada kebahagiaan? Faktanya, sebanyak apapun uang yang kita miliki, jika tidak dikelola dan disikapi dengan baik, pasti akan habis. Berapa banyak berita yang kita dengar, seorang pemenang lotre jatuh miskin, bahkan lebih miskin daripada keadaan sebelum ia memenangkan lotre. Atau berita yang pernah saya dengar, tentang seorang Youtuber, yang berhasil mengumpulkan kekayaan berjumlah milyaran, harus gigit jari karena semua uangnya lenyap?

Salah satu buku yang saya baca berjudul Happy Money, yang ditulis oleh Ken Honda. Buku ini ia tulis berawal dari keresahannya, ketika ia menyaksikan seorang ibu, yang tidak bisa menemani anaknya bermain di taman, karena si ibu harus segera pergi bekerja. Anak itu merengek pada ibunya, minta ditemani bermain. Si ibu merengek pada anaknya, karena ia harus berangkat kerja. Pada saat yang sama, Ken dapat menemani anaknya untuk bermain sepuasnya di taman. Berangkat dari situ, ia memutuskan untuk menulis esai singkat tentang cara menghasilkan uang dan menjadi makmur.

Namun di buku ini, ia tidak menjelaskan secara praktikal, step by step, cara untuk menghasilkan uang. Di buku ini, ia lebih banyak mengupas bagaimana cara orang memandang dan menyikapi uang, serta bagaimana kita memperlakukannya. Menurut saya ini menarik. Karena uang, benda yang sama, bisa membawa dampak positif dan negatif. Ia bisa menjadi anugerah, sekaligus bencana.

Apa akar dari korupsi? Uang.
Apa akar dari donasi? Uang.

Lantas bagaimana membuat uang yang kita miliki, dapat memberi hal yang positif dalam hidup kita? Bagaimana uang yang kita terima membawa kebaikan bagi kita dan bagi sekitar kita (keluarga, teman, orang-orang yang membutuhkan)?

Sejatinya ada banyak sekali hal menarik yang bisa kita dapatkan dari membaca buku ini. Namun, bagi saya pribadi, paling tidak ada lima hal menarik yang dapat saya ambil dari buku ini.  

1. Tingkatkan Maro-mu

Ken Honda mempelajari Maro dari mentornya, Wahei Takeda, seorang pengusaha dan investor sukses, yang ia tulis dalam buku berjudul Maro Up: The Secret of Success Begins with Arigato. Maro merupakan akronim dari Magokoro, yang berarti hati yang tulus atau ikhlas. Maro dapat disebut sebagai keadaan tanpa pamrih, merupakan kebalikan dari ego. Dengan demikian, maro merupakan sumber cinta tanpa syarat kita untuk orang lain, dan juga untuk diri kita sendiri. Menurut Wahei dan Ken, jika kita memiliki hati yang murni dan ketulusan sejati, orang tidak hanya akan memperlakukan kita dengan lebih baik, tapi kita juga akan merasa seluruh alam semesta mendukung kita. Saat maro kita meningkat, kita sedang mengundang banyak keajaiban dalam hidup kita.

Saat maro kita meningkat, kita akan menjadi lebih magnetis. Memancarkan dan menarik energi positif. Kita juga akan menjadi lebih bersemangat dan lebih berenergi untuk melakukan hal-hal yang kita pedulikan. Serta, kita akan lebih banyak mengungkapkan rasa syukur atas kehidupan yang kita miliki.

2. Selalu berterima kasih (Arigato)

Ken memiliki gagasan untuk selalu mengucapkan terima kasih, baik saat kita menerima uang, maupun saat kita mengeluarkannya. Ia berpendapat, bahwa mengungkapkan rasa terima kasih itu akan membuat kita lebih menghargai uang yang kita miliki, baik saat uang itu kita terima, atau saat uang itu kita keluarkan. Dengan begitu, kita tidak lagi bersikap semena-mena ketika kita menerima uang. Dan kita juga tidak akan bersungut-sungut ketika kita harus mengeluarkan uang tersebut dari dompet atau dari rekening kita.

Hal ini akan membuat hidup kita menjadi jauh lebih tenang. Kita akan memiliki kesadaran penuh ketika ada uang yang kita terima, pun ketika kita membelanjakan uang tersebut. Kesadaran penuh ini penting, karena terlepas dari seberapa banyak atau sedikit uang yang kita terima, itu merupakan jerih payah dan usaha yang telah kita lakukan. Dan ketika kita harus mengeluarkannya, entah itu karena kebutuhan pribadi atau membantu orang lain yang membutuhkan, kita menghargai apa yang kita keluarkan tersebut, sehingga tidak membuat kita kesal atau berat hati.

3. Tidak melihat uang sebagai barang langka

Ini salah satu gagasan menarik yang saya dapatkan dari membaca buku ini. Benar sekali, bahwa kita manusia sering memandang uang sebagai barang langka yang sulit untuk didapatkan. Hal ini yang mendorong kita untuk berebut mendapatkannya, bahkan tidak jarang kita menghalalkan segala cara, termasuk korupsi. Ketika kita melihat uang sebagai barang langka, maka kita cenderung menjadi rakus dan kikir. Kita berusaha mengumpulkannya sebanyak mungkin, dengan segala cara, dan tidak mau kehilangan sepeser pun. Kita bahkan bisa kehilangan rasa empati, yang membuat kita buta akan sekitar kita, misalnya terhadap sesama kita yang perlu dibantu atau orang-orang yang tidak seberuntung kita.

Ken berpendapat jika kita melihat uang sebagai barang langka, itu dapat membatasi potensi yang ada di dalam hidup kita. Kita akan selalu dipenuhi rasa takut dan jauh dari murah hati. Sebaliknya, kita harus memiliki pola pikir berkelimpahan, sehingga kita dapat melihat kemungkinan-kemungkinan atau peluang-peluang baru, dan menjadi lebih kreatif, tidak sekedar terpaku pada seberapa banyak uang yang kita miliki atau tidak kita miliki. Pola pikir berkelimpahan akan membuat kita berani mengambil risiko, melakukan hal-hal yang mungkin tidak mendatangkan uang secara ugal-ugalan, tapi uang yang kita hasilkan dari hal yang kita senangi, membawa kita pada kebahagiaan yang hakiki.

4. Arus Uang Bahagia

Ketika kamu dibayar setelah melakukan pekerjaan yang baik, yang kamu terima dengan penghargaan yang tulus.  Ketika klien dan pelanggan menghargaimu atas hasil kerja kerasmu dan memperlakukanmu dengan baik serta penuh penghargaan, atau ketika kamu merasakan sukacita atas pekerjaan yang kamu lakukan, dan bangga atas hasil pekerjaanmu, maka kamu telah menciptakan arus uang bahagia. Setiap kamu menemukan produk atau layanan yang baik yang memuaskaanmu, dan kamu merasa bahagia dan beruntung telah menemukannya, atau kamu mendukung organisasi sosial  yang membantu saudara-saudara kita yang tidak mampu, maka saat itu kamu telah menciptakan arus uang bahagia. Baik saat uang itu masuk ke rekeningmu, atau saat uang itu keluar dari rekeningmu.  

5. Membangun pertemanan yang baik

Salah satu hal penting yang perlu kita perhatikan adalah tidak hanya mengumpulkan uang sebanyak mungkin, tapi membuat teman dan relasi sebanyak mungkin. Ken berpendapat, bahwa relasi antar manusia lah yang dapat membawa rasa aman, bukan uang. Ikatan yang dalam dan mendalam dari relasi yang langgeng. Tidak perlu ada ketakutan, jika ada orang yang dapat kita andalkan untuk mendukung kita dalam masa-masa sulit. "Jika kamu sungguh-sungguh mencari rasa aman, pergilah ke teman dan keluargamu."

Hal ini juga berarti kita harus berinvestasi pada relasi antar manusia tersebut. Habiskan waktu lebih banyak dengan keluarga dan orang-orang terdekat kita. Kita tidak hanya akan merasa lebih baik, tapi kita juga akan mendapatkan dukungan yang kita perlukan ketika waktunya tiba. Jangan lekatkan rasa amanmu pada uang.

Horas!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun