Mohon tunggu...
SITUMORANG YOSUA
SITUMORANG YOSUA Mohon Tunggu... Akuntan - To celebrate life, to do something good for others

Writing is living in eternity. Your body dead, your mind isn't.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Terlihat Bukan Berarti Tidak Ada

12 Mei 2024   01:14 Diperbarui: 12 Mei 2024   01:16 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup itu hakekatnya adalah berbagi. Tidak hanya uang, tapi juga nasehat dan cerita. Dan kehidupan kita masing-masing adalah sebuah film, banyak cerita didalamnya yang bisa kita bagikan, utamanya untuk kebaikan orang lain. Dan saya selalu percaya, bahwa semua hal dalam hidup kita terjadi karena seizin Tuhan Yang Maha Kuasa, tidak ada yang kebetulan. Ada yang Dia izinkan terjadi, ada yang tidak. Dan cerita kali ini adalah sebuah peristiwa yang tidak Dia izinkan terjadi, tidak menjadi celaka bagi saya, tapi bisa menjadi cerita yang memberkati orang lain.

Pada saat itu, mungkin sekitar tahun 2018 atau 2019, saya dan pacar saya, yang sekarang menjadi istri saya, melakukan perjalanan dari Surabaya menuju Tulungagung menggunakan bis. Kami berangkat sudah malam, mungkin sekitar jam 8 malam,sehingga sampai di Tulungagung sudah hampir tengah malam, mungkin sudah jam setengah 12 malam. Dan seperti biasanya, kami tidak pernah turun di terminal, karena rute bis melewati rumah keluarga istri saya. Kami turun di pinggir jalan, dekat salah satu hotel terbesar di Tulungagung. Dari situ, kami harus jalan sekitar 500 meter atau sekitar 10 menit.

Biasanya kami dijemput oleh ayah mertua saya. Tapi kali itu, karena sudah malam, saya bilang ke istri saya supaya kita jalan saja, tidak enak mengganggu ayah mertua saya yang pasti sedang mempersiapkan khotbah untuk hari Minggu pagi. Dan saat itu malam minggu, jadi saya pikir pasti jalanan tidak terlalu sepi, akan ada beberapa pengendara motor atau pengemudi mobil yang membarengi jalan kami malam itu. Termasuk lampu jalanan dan terang bulan.

Tapi yang terjadi tidak demikian. Ketika kami berjalan berdua pada saat itu, jalanan begitu sepi. Tidak ada satupun orang yang lewat, baik yang naik motor atau naik mobil. Tidak satupun. Suasana yang tidak enak seperti itu pasti akan membangkitkan naluri kita untuk berjaga-jaga dari bahaya. Termasuk saya. Saya mulai melihat kanan-kiri jalan, untuk melihat apakah ada orang disekitar kami atau ada yang berpotensi melakukan sesuatu yang jahat pada kami. Saya berusaha untuk tetap tenang, meski sebenarnya saya sangat gelisah.

Ketika kami jalan menuju rumah istri saya, jalan yang kami lalui itu bukan merupakan jalan utama. Jalan tersebut tidak terlalu lebar, cukup untuk mobil bisa berpapasan tapi tidak bisa terlalu cepat. Biasanya jalan itu cukup ramai dilalui kendaraan, ada saja yang lewat. Tapi malam itu tidak. Dalam hati saya berharap ada yang lewat, yang penting manusia, mau jualan bakso, mau sekedar sepeda ontel, terserah. Suasana yang begitu sepi semakin membuat saya gelisah.

Nah, setelah kami menyebrang, dari tempat turun bis menuju jalan tersebut, kami melewati sebuah kedai atau angkringan dan saya melihat ada yang duduk-duduk di tempat tersebut. Seingat saya tidak begitu ramai. Anak-anak muda, mungkin umur awal 20-an, merokok, ngopi, ngobrol. Kami berjalan di sisi kiri jalan, searah dengan kendaraan, mereka di seberang. Pada saat itu, hanya angkringan itu yang masih buka di sepanjang jalan tersebut. Saat itu, jalan tersebut belum terlalu ramai, belum banyak tempat usaha seperti sekarang ini. Lampu jalan juga tidak banyak membantu. Hanya bulan bersinar cukup terang.

Saya tidak terlalu menaruh curiga. Kami berdua terus berjalan, berusaha secepat mungkin sampai di rumah. Malam itu, jalan yang hanya lurus saja tersebut terasa begitu jauh. Saya terus mengawasi sekeliling saya, istri saya berjalan di depan saya. Kami sudah setengah jalan, sudah melewati sebuah perempatan jalan yang cukup besar, ketika saya mendengar suara motor dihidupkan. Tebakan saya, itu motor dari anak-anak muda di angkringan tadi. S*tr*a FU lama, knalpot brong, warna hitam, tanpa plat, kalau saya tidak salah. Suara knalpot yang keras di malam yang hening, terdengar seperti auman binatang buas yang hendak menerkam mangsa.

Entah kenapa, saya begitu yakin mereka akan melakukan sesuatu yang tidak baik pada kami. Tebakan saya, mungkin mereka berusaha membegal kami berdua. Saya berusaha tetap tenang dan tidak menaruh curiga berlebihan pada mereka. Hanya beberapa kali saya mencoba menoleh ke belakang, untuk melihat siapa yang datang menghampiri kami dan berpotensi mencelakakan kami berdua.

Di kepala saya, saya mulai melakukan simulasi apa yang harus saya lakukan.  Saya lihat mereka berdua berboncengan. Karena penerangan yang kurang, saya tidak tahu persis apa yang mereka bawa. Waktu itu saya membawa dua tas, satu di punggung, dan satu lagi adalah tas olahraga, yang saya selempangkan di sisi kiri saya. Istri saya juga membawa dua tas. Satu tas punggung, satu lagi tas kecil yang biasa dipakai oleh perempuan.

Hal pertama yang saya lakukan adalah memindahkan tas olahraga saya ke sisi kanan tubuh saya. Saya pikir, kalau mereka menggunakan sajam, tas ini bisa menjadi alat bantu yang menguntungkan saya. Saya juga meminta istri saya untuk berjalan di sebelah kiri saya, sehingga kami tidak berjalan berurutan, tetapi beriringan, mengantisipasi kalau yang mereka incar adalah tas milik istri saya.

Kenapa tidak lari? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun