- IntroÂ
Tulungagung, Jawa Timur, adalah salah satu kota di bagian selatan pulau Jawa. Transportasi populer untuk mencapai kota ini adalah menggunakan jalan darat, dengan bis yang menjadi 'tulang punggung' masyarakat di daerah pesisir selatan Jawa ini adalah bis Harapan Jaya.Â
Perusahaan otobus ini bisa dibilang merupakan penguasa di trayek Surabaya-Kediri-Tulungagung-Trenggalek. Jumlah armada yang banyak membuat perusahaan otobus lain agaknya sulit menyaingi Harapan Jaya.
Dengan dominasi yang sedemikian kuat, Harapan Jaya tentulah berada di posisi yang sangat nyaman dan kokoh, paling tidak untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan.Â
Tidak perlu banyak inovasi atau terobosan baru, penumpang akan tetap berdatangan dan menggunakan bis ini. Ya mau naik apalagi. Kereta api jadwalnya terbatas. Pesawat 'ga ada. Speed boat jauh, harus muter dari selat madura. So, Harapan Jaya adalah kunci.
- Giving Your Best
Dengan begitu kuatnya posisi perusahaan ini di pasar, ada satu kejadian yang menarik bagi saya. Ada kondektur bis Harapan Jaya, yang memberikan pelayanan luar biasa. Bintang Lima. Berbeda dengan kondektur-kondektur lain yang hanya sekedar melaksanakan tugas, sekedar menggugurkan kewajiban.
Karena saya tidak bisa memilih armada mana yang akan digunakan setiap kali saya menggunakan jasa Harapan Jaya, maka saya tidak tahu kapan saya akan bertemu dengan bapak ini. Saya juga belum berkesempatan untuk sekedar menanyakan namanya. Tapi saya ingat betul dengan sosoknya. Paruh baya, badan kurus, kulit sawo matang (yang benar-benar matang), dengan topi dan baju seragam rapi, dan yang paling penting adalah keramahannya yang luar biasa.
Mungkin sudah sekitar tiga atau empat kali saya bertemu dengannya ketika menggunakan Harapan Jaya. Dan ia selalu sama ramahnya. Bahkan ketika saya harus melakukan perjalanan di pagi hari, jam satu dini hari misalnya, ia masih tetap ramah. Pelayanannya tidak berbeda ketika saya bertemu dengannya di siang atau sore hari. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan dia mengantuk atau lelah.
Yang terakhir, ketika saya bertemu dengan beliau, beliau menanyakan dimana saya akan turun. Saya menjawab sekenanya saja, karena saya pikir itu bukan hal yang penting. 'Ya liat nanti lah turun dimana,' pikir saya. 'Toh bapak ini paling juga tidak ingat.'
Tapi ketika saya turun di tempat yang tidak sesuai dengan yang saya sebutkan, ia menanyakan dengan ramah 'Ga jadi turun di depan Crown Hotel mas?' tanyanya. Seketika itu membuat saya merasa tertegur, karena saya yang menjawab sembarangan, tapi ia sungguh-sungguh mengingat apa yang saya katakan. Luar biasa, pikir saya. Dengan begitu banyaknya penumpang di bis yang naik dan turun, ia masih mengingat destinasi yang saya sebutkan di awal keberangkatan bis.
Dan hal ini membuat saya begitu mengingat sosok bapak ini. Ia terlihat berbeda dengan kondektur-kondektur Harapan Jaya yang lain, bahkan bis-bis lain yang pernah saya tumpangi. Bahkan ada satu bis, yang ketika saya tidak mendengar kondekturnya memanggil (karena saya pakai headset), kondektur itu memukul saya menggunakan kertas daftar menu makanan untuk penumpang yang ia pegang.Â