Banyak orang terheran-heran mengapa seorang mahasiswa begitu getol dalam berdemo. Bahkan tidak jarang bertindak anarkis. Hal ini sering ditemui ketika ada permasalahan terkait kebijakan pemerintah. Sebagai contoh naiknya BBM ataupun kasus korupsi. Memang kritikan itu harus namun harus sesuai dengan akal sehat dan tidak merugikan siapapun. Kita tentu tidak akan lupa bagaimana perjuangan reformasi di masa akhir kejayaan Soeharto. Para mahasiswa rela mati demi ditegakkannya reformasi. Banyak sanjungan terhadap keberanian mahasiswa pada waktu itu.
Kini satu dekade lebih telah berlalu, para mahasiswa reformis pada tahun itu sudah berubah. Tidak jarang juga yang menjadi pejabat dalam negeri. Yang jadi pertanyaan sudah becuskah mereka menjalankan jabatan barunya? Lucunya banyak mereka yang dulu giat berdemo sekarang malah ganti didemo! Kasus yang belum terpatahkan.
Kasus lain tentu yang menyita perhatian publik yaitu kasus century yang melibatkan wakil presiden kita bapak Boediono. Ibarat bola panas yang menggelinding kasus tersebut mengenai sosok-sosok pemimpin negeri ini. Tapi bagaimana kelanjutannya?
Lumpur Lapindo Sidoarjo merupakan bencana yang amat dahsyat, meluluhlantahkan sebagian desa di Porong. Banyak warga yang menuntut ganti rugi yang baru terbayar kurang lebih 50%. Namun siapa yang bertanggung jawab?
Belum lagi kasus-kasus seperti hambalang, mafia di PSSI, dan lain-lain tidak ada titik klimaksnya. Semua hanya menggelinding sana-sini tanpa arah. Sebagai pelajar atau mahasiswa yang baik kritik itu baik, tapi terlebih dulu harus mengkritik diri sendiri dulu. Karena percuma sekarang pahlawan nanti pecundang.
HIDUP MAHASISWA!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H