Mohon tunggu...
Andrey Handaru Paramananda
Andrey Handaru Paramananda Mohon Tunggu... -

Aku adalah aku..\r\nKuliah di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya. (UNESA, sastra Indonesia)\r\nAsalku dari Lamongan.\r\nMampir di FB http://www.facebook.com/andrey.handarup\r\ndan Follow twitter http://www.twitter.com/andreyhandarup\r\n

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Akulah Raja Jawa

20 Juni 2013   15:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:41 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu langkah berpijak, terdengar harmoni simponi yang mengalun indah. Kicauan burung berpadu dengan hijaunya keragaman flora. Seakan menambah tegar tubuh ini untuk selalu berpijak. Sambutan ramah masyarakat madani sekitar. Memperindah embun pagi itu di Ranu Pane. Senyum hangat kisanak pendaki lain. Menghangatkan hangar yang mendingin di kursi berkayu. Langkah awal sukacita berpeluh dengan bercucurnya keringat dingin. Tanjakan ibarat pedati yang terus melaju tinggi. Aku berada di awan yang bersurga. Ketika Ranu Kumbolo datang dan bercinta kepadaku. Kabut bersilah dan pergi. Disambutnya mentari memantul di TANJAKAN CINTA. Hati berdebar seolah berpacu dengan yang dicinta nun jauh di sana. Tepat di hadapanku ada negeri ORO-ORO OMBO. Dengan istrinya Bunga Lavender. Dada yang lapang seketika memunahkan segala tabir masalah hidup. Kini langkah sedang berteman dengan pohon yang berdiri gagah di CEMORO KANDANG. Duri yang mengimpit di nurani seketika dihembaskan ke padang ilalang. Terik matahari hanya bersinar sipit sedang awan bergumul riang. Angin lembah kasih mulai sepoi-sepoi. Bersama dingin menusuk ulu hati KALIMATI. Dan merebah sejenak beralaskan tanah ibu pertiwi Sang fajar mulai tidur pulas. Langkah kaki dengan sahabat-sahabat rantau mulai beranjak kembali. Dengan titik-titik cahaya redup salamku mengalun di ARCOPODO. Tempat peraduan dengan kenangan yang lalu. Seperti ujung akhir dunia lama, yang berganti dengan dunia baru berlambang CEMORO TUNGGAL. Di sini semua nafas kehidupan. Berbalut dengan angin langit, dengan gundukan pasir megah. Awan seketika melihat kami di atasnya. Ribuan cahaya bersinar menyorot kami. Seolah kami terbang di antara pusaran-pusaran bumi. Di atas sana bendera merah putih berkibar. Di atas sana mahakarya dari yang kuasa. Kakiku bergetar hebat. Nadiku berpusar menyusuri keringat-keringat lelah. Semua yang di bawahku seolah melambaikan tangan takjub. Ya aku di MAHAMERU. Ya aku lebih tinggi dari Presiden, menteri, bahkan wakil rakyat busuk itu. AKULAH PEMIMPIN JAWA BERSAMA SAHABAT RANTAUKU. (MAHAMERU, 31 Mei 2013)

1371717864636408082
1371717864636408082
13717179812037606228
13717179812037606228

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun