Dari kejauhan, tampak ia tengah menuang bensin ke tangki motor. Pelan-pelan. Satu botol saja, seliter bensin.
Cukup lama, kami memperhatikannya. Dia, -sebut saja Arini-, wanita setengah baya, penjaja bensin eceran di simpang lampu merah jalan desa. Kendaraan kami, berhenti persis di pinggir jalan, tak jauh dari seberang tempat usahanya.
Setelah melayani pembeli, Arini terlihat menata rapi deretan botol-botol bensin, lalu duduk menanti. Berharap ada banyak kendaraan lewat, dan berharap ada rejeki yang berpihak kepadanya.
:::.
Jendela kaca pintu mobil, kubuka lebar. Dari dalam kendaraan, isteriku sedikit berteriak memanggil namanya, "Ariniii.., Ariiin...!".
Arini berdiri seketika, memandang ke seberang jalan. Tak lama kemudian setengah tergopoh, ia seberangi jalan, mendekati kendaraan.
"Arinn, masih ingat saya?", tanya isteriku sembari turun dari kendaraan.
"Siapa ya.., ini siapa ya??", ia malah balik bertanya, sambil memandangi wajah isteriku. Tatap matanya, berbinar. Berharap, segera ada jawaban.
"Ini aku..., Erni. Teman kecilmu, teman mainmu..!", jawab isteriku.
Arini menatap, lebih cermat.
"yaa Allah.. yaa Allah... Erniii. Apa benar, ini Erni ?? yaa Allah...!", sambut Arini, sembari memeluk erat, sahabat lamanya itu.
Hanya kalimat itu, yang Arini katakan. Yah, hanya kalimat itu. Berulang-ulang.
Sementara, di dalam kendaraan, aku hanya diam tertegun.