Mohon tunggu...
Andrey Andoko
Andrey Andoko Mohon Tunggu... Dosen - Universitas Multimedia Nusantara

Lulus S1 dari jurusan Fisika ITB dan S2 Computer Science Queensland University of Technology, Brisbane, Australia. Selama 15 tahun berkarier di industri media, mulai dari media cetak, online dan radio. Kini di Universitas Multimedia Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Robot Pengganti Kerja Manusia

25 Januari 2017   22:12 Diperbarui: 25 Januari 2017   22:35 2787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resensi buku, dimuat di Harian Kompas, Sabtu 21 Januari 2017

Selama ini kita membayangkan robot dengan lengan baja yang sigap melakukan tugasnya tanpa kenal lelah untuk menggantikan pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan manusia. Bisa karena terlalu berbahaya atau memerlukan ketelitian yang tinggi, atau juga untuk meningkatkan produktivitas dengan biaya murah.

Namun, seiring perkembangan teknologi informasi, khususnya di bidang perangkat lunak, istilah robot kini digunakan secara luas untuk menggambarkan semua proses otomasi yang dilakukan mesin dan komputer.

Buku Rise of the Robots, yang tergolong “New York Times Best Seller” dan memenangi penghargaan “Financial Times and McKinsey Business Book of the Year Award 2015”, mengulas berbagai bidang yang bakal terdampak perkembangan teknologi otomasi. Apa yang akan terjadi apabila robot mulai menggantikan pekerjaan manusia, yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan?

Skeptis

Pada tahun 1960-an, Milton Friedman, peraih Hadiah Nobel Bidang Ekonomi, memberikan konsultasi kepada sebuah negara sedang berkembang di Asia. Pada sebuah proyek skala besar, dia terkejut karena semua pekerja menggunakan sekop dan hanya sedikit peralatan berat. Ia menjelaskan bahwa proyek ini ditujukan sebagai “penciptaan lapangan kerja”. Lalu, Friedman menjawab sengit, “Lalu, kenapa tidak memberi pekerja tersebut sendok daripada sekop?”

Friedman menangkap ada rasa skeptis bahwa mesin akan menghancurkan pekerjaan dan menciptakan pengangguran jangka panjang. Mekanisasi pertanian membuat banyak pekerjaan menguap dan mendorong orang pergi ke kota mencari pekerjaan di pabrik. Lalu, otomasi dan globalisasi juga mendorong banyak pekerja keluar dari sektor manufaktur beralih ke sektor jasa. 

Sebuah jaringan restoran sushi di Jepang telah sukses menerapkan proses otomasi. Robot membantu membuat sushi dan ban berjalan menggantikan pelayan. Dengan sistem ini, seorang manajer restoran dapat mengontrol operasional beberapa restoran sekaligus. Otomasi berhasil menekan harga secara signifikan dibandingkan pesaingnya karena tidak perlu mempekerjakan banyak orang.

Hal yang diyakini secara luas adalah otomasi akan mengancam pekerja dengan tingkat pendidikan dan keahlian rendah. Asumsi ini muncul dari fakta bahwa pekerjaan tersebut dilakukan secara rutin dan berulang sehingga dengan mudah digantikan robot.

Ancaman ini ternyata juga menimpa pekerjaan yang bisa diprediksi. Seorang dokter ahli radiologi mampu menginterpretasikan gambar medis setelah menjalani pendidikan bertahun-tahun. Berkat kemajuan teknologi pemrosesan gambar (image processing), komputer mampu menganalisis gambar medis lebih baik.

Mesin pembelajar

Perkembangan yang sangat pesat tidak saja terjadi pada perangkat keras, tetapi juga perangkat lunak. Dalam kurun 20 tahun, kecepatan perangkat keras komputer meningkat 1.000 kali, tetapi kinerja perangkat lunak meningkat 43.000 kali.

Hal yang tidak rutin pun mulai mampu dilakukan komputer. Sebuah perangkat lunak bernama StatsMonkey mampu mengolah data olahraga dan menulis berita yang menarik seperti yang biasa dilakukan jurnalis. Media besar, seperti Forbes, menggunakannya untuk menghasilkan artikel secara otomatis dalam beberapa bidang, seperti olahraga, bisnis, dan politik.

Apabila sebelumnya diyakini bahwa komputer hanya menjalankan apa yang telah diprogramkan, kini secara nyata komputer yang menjalankan algoritma machine learning juga mampu mengolah data dalam jumlah besar dan mengungkapkan relasi antardata tersebut, lalu akan menuliskan program berdasarkan temuan. Kemampuan komputer terus dikembangkan memasuki area yang eksklusif bagi manusia, yaitu kemampuan menunjukkan keingintahuan dan kreativitas. 

Sebagai contoh, Universitas Cornell membangun sistem yang mampu menemukan hukum alam dasar berdasarkan pada data hasil percobaan. Hal ini mirip dengan kemampuan seorang ilmuwan. Sistem ini tidak hanya pasif mengamati, tetapi juga mampu bertanya, yang menjadi dasar keingintahuan. 

Ilmuwan komputer di Stanford mengembangkan teknik genetic programming, yang memungkinkan algoritma komputer membuat rancangan sendiri sehingga disebut sebagai mesin pencipta otomatis. Keunggulan penting dibandingkan manusia adalah mesin ini tidak terkendala dengan konsepsi terdahulu sehingga lebih besar kemungkinannya untuk menemukan pendekatan baru yang outside-the-box terhadap sebuah masalah.

Komputer juga mampu menciptakan komposisi musik. Komposisi yang diberi judul “Transits-Into an Abyss”, yang pernah dimainkan London Symphony Orchestra, diciptakan Iamus, sekumpulan komputer yang menjalankan algoritma inteligensi buatan (AI). Selanjutnya, komputer kemungkinan segera memiliki kemampuan untuk merumuskan strategi atau menemukan pendekatan baru dalam masalah manajemen.

Di bidang kesehatan, komputer dengan inteligensi buatan mampu melakukan diagnosis. IBM bersama pusat kanker di Universitas Texas mengembangkan sistem untuk membantu onkolog (ahli kanker) mendiagnosis kasus leukemia. Sistem ini mampu memberikan saran untuk opsi pengobatan, memberi resep obat yang tepat, dan informasi efek samping bagi pasien.

Buku ini menunjukkan bidang-bidang yang terdampak oleh teknologi otomasi. Dengan perkembangan yang terjadi, bukan hanya pekerjaan blue-collar, melainkan white-collar pun terancam.

Paradoks

Di balik perkembangan yang terjadi, muncul kekhawatiran yang menjadi paradoks. Apabila makin banyak peran manusia tergantikan oleh mesin, akan makin banyak pengangguran atau turunnya nilai sebuah profesi. Apabila ini terjadi, makin banyak orang yang tidak mampu lagi membeli produk yang ditawarkan. Pada akhirnya, untuk apa menghasilkan produk dengan produktivitas makin tinggi tetapi tidak mampu diserap pasar, yang akan berdampak balik pada bisnis produk tersebut.

Namun, apabila dampaknya terjadi dalam jangka pendek, diharapkan pekerjaan baru tercipta dan pekerja yang tergusur itu menemukan peluang baru. Pekerjaan baru ini menawarkan gaji yang lebih baik, tetapi tentu saja menuntut keterampilan yang lebih daripada sebelumnya.

Dengan menggunakan mesin produksi yang makin baik, produktivitas pekerja akan meningkat sehingga membuatnya makin berharga dan bisa menuntut gaji yang lebih tinggi. Gaji yang meningkat akan meningkatkan belanja konsumsi, yang pada akhirnya akan mendorong kebutuhan akan barang dan jasa yang dihasilkan pekerja tersebut, yang akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Buku ini ditulis dengan uraian menarik dan banyak contoh sehingga mudah dipahami pembaca tanpa latar belakang teknis. Buku ini mampu membuka wawasan sekaligus tantangan kepada pembaca akan dampak dari otomasi, tetapi tidak secara gamblang menawarkan solusinya sehingga masih menyisakan ruang bagi pengambil keputusan untuk memikirkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun