Setelah mengunjungi museum, saya memulai prosesi Semana Santa.  Prosesi ini dimulai dengan Hari Rabu Trewa/Ratapan, dimana  pada malam harinya pemuda-pemuda Larantuka memukul seng dan menyeretnya di jalanan sehingga menimbulkan bunyi-bunyian.  Tradisi ini dilakukan untuk menandai masuknya pekan berduka. Kegiatan ini meskipun terkesan seperti tawuran, tapi sesungguhnya aman, terlihat dari adanya aparat keamanan yang berjaga-jaga andai terjadi peristiwa yang tidak diinginkan. Suasana Larantuka saat itu sangat sedih menyambut pekan berduka. Ini merupakan pengalaman baru bagi saya, bahwa tradisi seperti ini ternyata ada di Indonesia.Â
Hari berikutnya adalah Kamis Putih, malam terakhir sebelum Yesus disalib dan wafat, di hari inilah Yesus melakukan perjamuan terakhir dengan memberikan murid nya roti dan anggur yang melambangkan tubuh dan darahNya. Di Larantuka, Kamis Putih berarti juga hari yang menandai para peziarah bisa mencium Patung Tuan Ma (Bunda Maria) dan Tuan Ana (Tuhan Yesus).Â
Kedua patung ini ditaruh di Kapela Tuan Ma dan Kapela Tuan Ana, dan hanya bisa dilihat oleh peziarah hanya selama pekan suci. Kedua Kapela ini hanya dipisahkan jarak kurang dari 1 km. Dalam prosesi ini, ribuan umat katolik berjalan sambil berlutut dan dengan perlahan masuk ke dalam mencium patung Tuan Ma dan Tuan Ana tersebut sambil memanjatkan doa dan permohonan mereka masing-masing. Sebuah pemandangan yang khusyuk dan syahdu.Â
Pintu Kapela sudah dibuka sejak siang, dan selama itu juga umat tidak berhenti masuk ke dalam untuk berdoa. Sore hari pukul 17.00, pintu Kapela ditutup untuk memberikan kesempatan umat mengikuti Misa Kamis Putih. Setelah misa selesai, pintu kemudian dibuka kembali sampai subuh keesokan harinya dan umat lebih banyak lagi yang datang saat malam karena lebih sejuk dibandingkan teriknya siang hari.Â
Kemudian, tibalah hari Jumat Agung, Yesus wafat di kayu salib. Â Hari Jumat Agung ini bisa dikatakan sebagai puncak dari acara Semana Santa, sebab prosesi berlangsung sehari penuh sampai larut malam. Prosesi ini dimulai dengan prosesi bahari, yaitu mengantar Patung Tuan Meninu (Yesus disalib) dari Kapela Tuan Meninu menuju Pantai Kuce. Patung Tuan Meninu dibawa menggunakan kapal kecil yang dikayuh sendiri dengan melawan arus Selat Gonzalo yang cukup deras. Akan tetapi, selama prosesi bahari tersebut cuaca cerah dan tidak terdapat gangguan. Selain itu, banyak pihak yang menjaga prosesi ini berjalan dengan lancar, utamanya Polair, Basarnas, dan TNI AL yang siap siaga jika ada kapal yang berpotensi tabrakan. Prosesi ini diikuti tidak kurang dari 50 kapal dan ada seribu lebih umat di laut pada saat yang bersamaan.Â