Mohon tunggu...
Andrew Reynaldo
Andrew Reynaldo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemenangan Trump Atas Clinton, Apa Penyebabnya?

14 November 2016   21:44 Diperbarui: 14 November 2016   21:54 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir-akhir ini publik diguncangkan dengan sejumlah peristiwa tak terkecuali pemilihan umum presiden di Amerika Serikat 8 November 2016 lalu. Berbagai komentarpun datang dari berbagai penjuru dunia terkhusus rakyat AS yang kaget dengan hasil pemilu tersebut. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa Hillary Clinton yang akan menduduki kursi presiden AS menggantikan Barack Obama. Namun hasil pemilu berkata lain dan memutuskan bahwa Trump yang memenangi suara rakyat AS. Tidak heran hal ini terjadi karena Trump dinilai sebagai sosok yang ceplas-ceplos dan sangat kontroversial dalam tindakan maupun ucapan yang ia lontarkan. 

Banyak pihak heran dan bertanya-tanya mengapa sosok Donald Trump bisa mengungguli Hillary Clinton pada pemilu presiden beberapa hari yang lalu di AS. Padahal saat kampanye, Clinton lebih mendapatkan simpati dari rakyat AS dibandingkan Trump. Istri presiden AS ke-42 tersebut akhirnya menyalahkan Direktur FBI, James Comey atas kekalahannya dari Trump. Pasalnya, sebelas hari sebelum pemilu dilaksanakan, FBI kembali mengadakan penyelidikan atas skandal surat elektroniknya.

Setelah dianalisis lebih lanjut, ada beberapa faktor yang menyebabkan Donald Trump sukses merebut kursi kepresidenan dari tangan Partai Demokrat yang telah berkuasa selama dua periode belakangan ini. Pertama, masyarakat AS masih menganut budaya patriarkhal. Budaya ini menekankan bahwa laki-laki merupakan sosok otoritas utama yang sentral dalam sebuah organisasi, atau dengan kata lain laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari wanita.

Kedua, Trump mendapatkan lebih banyak suara terutama dari masyarakat yang berasal dari pedesaan, seperti yang dilansir oleh New York Times. Hasil suara tersebut terbukti berhasil mengalahkan pendukung Clinton yang sebagian besar justru berasal dari perkotaan.                       Pria berumur 70 tahun itu juga banyak mendapat dukungan dari masyarakat kawasan industri seperti di Kota Minneapolis, Michigan, Lowa, Ohio, Tennesse, Wiconsin, dan Pennsylvania. Mereka kebanyakan berkulit putih dan berpendidikan rendah. Dimana Trump telah menjajikan pada pekerja kulit putih bahwa ia akan memulihkan ekonomi industri lama dan mendeportasi imigran untuk mengurangi kompetisi dengan pekerja lokal.   

Ketiga, Trump mendapatkan electoral vote lebih banyak walaupun ia sebenarnya kalah suara dari Clinton. Pria yang lahir 14 Juni 1946 tersebut memperoleh suara sebanyak 60.265.858, sedangkan rivalnya, Clinton memperoleh suara sebanyak 60.839.922. Tetapi Trump mendapat electoral vote sebanyak 290, dimana Clinton kalah 62 electoral vote darinya. Berdasarkan sistem pemilihan presiden di AS, kedua capres bersaing untuk mendapatkan electoral vote terbanyak bukan vote atau suara terbanyak. Electoral vote sendiri merupakan suara yang dimiliki oleh electoral college yaitu badan perwakilan yang terdiri dari para elector. Ini berarti bahwa pemilih atau pendukung Trump lebih merata pada negara-negara bagian AS.

Keempat, putra dari Fred Trump ini pernah menjadi seorang selebriti sewaktu ia terlibat dalam reality show “The Apprentice” pada tahun 2003 silam. Hal ini menguntungkan Trump karena lebih banyak masyarakat mengenal dirinya dibandingkan Clinton yang sebelumnya merupakan mantan menteri luar negeri AS.

Kelima, rival Trump didera banyak tuduhan tentang permasalahan di masa lalu saat menjabat di pemerintahan. Clinton dinilai mendapatkan jutaan dolar dari pidatonya. Ia juga mendapat tuduhan terkait serangan konsulat AS di Benghazi, tuduhan pemberian akses pada pendonor di Clinton Foundation, dan yang terbaru soal penyalahgunaan surat elektronik. Belum lagi suaminya, Bill Clinton presiden AS ke-42 juga mempunyai banyak skandal dan dinilai tidak memberikan pengaruh yang  banyak pada AS. Ini menimbulkan citra buruk bagi Clinton.

Tentunya kelima hal diatas sangat menguntungkan bagi Donald Trump. Ia akhirnya terpilih menjadi orang nomor satu di AS dan mencatatkan sejarah baru sebagai satu-satunya presiden terpilih tertua dalam sejarah AS. Semoga dengan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden ke-45 AS, negara tersebut bisa berkembang lebih baik lagi dan hubungan internasional terhadap semua negara tak terkecuali Indonesia dapat berjalan dengan lancar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun