Mohon tunggu...
Andre Widiartanto
Andre Widiartanto Mohon Tunggu... Guru -

Merah Putih. 30s. Mungil. Kutu Buku. Senin Kliwon. Gemini. Kerbau Kayu. O+. Milk not Coffee. Phlegmatic. Auditory.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengisi Kemerdekaan

14 Agustus 2016   19:03 Diperbarui: 14 Agustus 2016   19:21 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Judul ini sebetulnya muncul secara random, jadi mohon jangan berekspektasi terlalu jauh. Saya sesungguhnya hanya ingin sedikit membuat refleksi di momen HUT RI ke-71, khusunya di bidang pendidikan.

Di dalam lagu Indonesia Raya, kita sesungguhnya sudah sering mengucapkan ikrar yang luhur, namun luput dalam pengejawantahan. Syair yang saya maksud adalah "bangunlah jiwanya, bangunlah badannya". Artinya, kita harus memprioritaskan pembangunan pada sisi manusia Indonesia.

Saya pribadi, memimpikan terciptanya "generasi terpelajar masa kini". Yang seperti apakah impian ini?

Istilah kaum terpelajar dahulu pernah populer dan dihormati. Istilah ini, pada masa kemerdekaan, merujuk pada kelompok masyarakat yang lebih memilih non-violent approach dalam merebut kemerdekaan. Saya bukan penggemar kisah sejarah sih, jadi sejauh itu saja yang saya tahu. Lalu bagaimana popularitas kelompok ini di masa selanjutnya?

Menurut ingatan saya, di masa awal kemerdekaan, kelompok inilah yang banyak mengisi kursi pemerintahan, di samping mereka yang punya latar belakang militer.

Maka, di masa globalisasi ekonomi masa kini, di manakah peran kaum terpelajar ini? Siapakah yang bisa kita sebut sebagai kaum terpelajar di masa kini?

Di panggung politik, tentu kita pernah mendengar istilah kelompok politisi dan kelompok profesional. Bila dipikirkan, sulit untuk menunjuk manakah di antara keduanya yang merupakan kaum terpelajar masa kini. Lho? Masalahnya, jangan lupa bahwa saat ini orang-orang dengan kekayaan besar juga punya power tersendiri.

Dari sini, saya simpulkan bahwa tuntutan kualitas SDM masa kini benar-benar tinggi. Cerdas akademik saja belumlah cukup. Maka tuntutan pada pendidikan formal pun semakin tinggi pula.

Tentu akan terjadi konflik klasik, yakni pendidikan humanis versus pendidikan yang kekinian. Di mana pendidikan humanis lebih cenderung memberikan kebebasan siswa untuk berkembang sesuai dengan kesukaannya (ini kata saya lho), sedangkan ekonomi global menuntut manusia yang serba bisa dan serba efisien dalam bekerja.

Memang, keduanya tampak tidak bertentangan, namun sejujurnya juga tidak mudah menyelaraskan kedua pendekatan ini.

Dalam tulisan ini, bila saya memaksa diri untuk mengambil sebuah solusi, maka jawabannya adalah AQ. Sudah banyak bukti yang menggambarkan betapa rendahnya daya juang generasi masa kini. Dalam hal ini, tentu saya juga tidak bermaksud menafikan beberapa prestasi anak bangsa yang membanggakan semua komponen bangsa. Namun, coba saja lihat data deh. 

Maka saya menyarankan agar sekolah memberikan teladan dan lingkungan yang menumbuhkembangkan daya juang dalam diri siswa. Saya pribadi belum cukup jenius untuk bisa mengungkapkan solusi yang bersifat teknis. Saya berharap kata "karakter" pun tidak lagi dijadikan "pil ajaib", mengingat selama ini yang dirasakan hanya sekadar menjadi jargon yang di lapangan sudah terlanjur terasa hambar.

Jadi inilah menurut saya yang menjadi tantangan kita bersama: bagaimana menghembuskan kembali jiwa kerja keras (perjuangan) di dalam kehidupan masa kini, yang begitu ramai dengan tawaran kemudahan di sana-sini? Inilah, menurut saya, yang akan menciptakan sebuah generasi terpelajar masa kini!

(sekadar berceloteh, I have no exact point in this article, mungkin di artikel berikutnya akan ada sesuatu pemikiran yang lebih masuk akal...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun