Mohon tunggu...
Andre Widiartanto
Andre Widiartanto Mohon Tunggu... Guru -

Merah Putih. 30s. Mungil. Kutu Buku. Senin Kliwon. Gemini. Kerbau Kayu. O+. Milk not Coffee. Phlegmatic. Auditory.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Taksonomi di Indonesia

4 September 2012   15:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:55 1374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="125" caption="Logo Wikispecies"][/caption] Beberapa bulan belakangan ini secara tidak sadar saya telah berakrab-ria dengan dunia Taksonomi. Ceritanya dimulai sejak saya berkontribusi di Wikipedia Bahasa Indonesia. Tidak lama setelah itu saya menemukan salah satu cabang Wikipedia lainnya: Wikispecies. Situs ini memungkinkan saya untuk berkontribusi pada Wiki berbahasa asing dengan kemampuan menulis dalam bahasa Inggris yg minim. Dari situ saya mulai mencari artikel2 tentang Taksonomi dari internet. Taksonomi sendiri artinya adalah ilmu yg mempelajari tentang klasifikasi. Taksonomi yg saya maksud dalam tulisan ini adalah Taksonomi Linnaeus, bukan Taksonomi lainnya. Pengetahuan yg paling mendasar adalah tingkatan yang disebut takson, dari Kingdom sampai Subspecies. Yang juga menjadi dasar aturan adalah tata nama dua kata, binomial nomenclature. Kata pertama menunjukkan genus, dan kata kedua menunjukkan species. Dasar ilmu ini sudah diajarkan pada sekolah menengah (sepertinya di SMA kelas X). Saya tidak ingin berpanjang-lebar dalam hal teknis, karena memang saya hanya seorang amatir. Singkat cerita saya mencari-cari artikel di Google tentang topik ini. Banyak pengetahuan baru yg saya dapatkan, yang sepertinya tidak saya dapatkan saat di bangku sekolah dulu. Namun, untuk topik yg berkaitan dengan Indonesia, sepertinya lebih banyak kabar negatifnya. Salah satunya adalah kurangnya minat untuk menjadi Ahli Taksonomi di Indonesia. Beberapa yg beruntung dapat menjadi penemu nama ilmiah (disebut Taxon Authority). Dengan dasar ini sepertinya Citizen Science dapat menjadi alternatif solusi. Pengalaman saya waktu sekolah dulu awalnya cukup sulit untuk menghafalkan nama2 ilmiah. Tetapi seiring dengan waktu, dan adanya repetisi, sampai sekarang saya masih mengingat beberapa nama seperti: Oryza sativa (padi) dan Mimosa pudica (tumbuhan putri malu). Setelah saya mempelajari kembali dan menaruh perhatian pada hewn2 endemik yg dilindungi di Indonesia, tanpa sadar saya pun hafal beberapa nama seperti: Bos javanicus (banteng liar) dan Panthera tigris sumatrae (harimau sumatra). Bagaimana bisa? Kunci yg utama adalah repetisi (pengulangan) dan jika diperhatikan yg saya hafal memang yg tergolong mudah. Keduanya menggunakan nama pulau di Indonesia, dan mirip bahasa inggris (panther dan tiger). Cara lainnya adalah mencari arti atau asal penggunaan nama tersebut (yang pastinya butuh waktu dan tenaga ekstra). Dalam arsip ilmiahnya bagian ini disebut Etymology. Ada juga yg namanya holotype, yakni spesimen tersimpan (biasanya di museum) yg dipilih oleh si penemu spesies sebagai bukti keberadaan spesies tersebut. Yang juga saya ketahui belakangan adalah nama ilmiah spesies juga sering diambil dari nama penemunya atau nama yg didedikasikan oleh penemunya. Dalam hal ini penggunaan istilah "nama latin" menjadi kurang tepat karena bahasa yg digunakan bukan pure bahasa latin. Terakhir, sempatkan juga untuk membaca beberapa artikel menarik di bawah ini:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun