KIM Effect + Gemoy Effect + Gibran Effect + Jokowi Effect = Kemenangan Prabowo (?)
Oleh: Andre Vincent Wenas
Mulai saja dari koalisi besar yang mengusungnya, pastilah ada efeknya. Masak sih nggak ada. Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PBB, Gelora, Garuda dan terakhir PSI. Masing-masing dengan keunikannya, variatif, tapi dipersatukan dengan semangat keberlanjutan.
Terus melanjutkan keberlangsungan program kemandirian yang telah dimulai Jokowi lewat hilirisasi. Stop ekspor bahan mentah, olah dulu, investasikan pabrik pengolahannya di Indonesia, sehingga nilai tambahnya bisa berkali lipat, barulah boleh diekspor.
Ini bukan wacana lagi, tapi "on going process" (proses yang sedang berjalan) dan keuntungan berlipat sudah mulai kita cicipi. Jadi harus terus berlanjut ke tahap berikutnya.
Tapi jalannya tidak mudah, "perlawanan" dari pemain-pemain Eropa terus gencar melaksanakan aksi retaliasinya. Secara frontal di forum WTO maupun klandestin lewat operasi-operasi intelijen yang sistematis. Bahkan operasi ke kancah pemilu. Di sini nasionalisme yang sejati mendapat batu ujinya.
Posisi Indonesia jelas, simak saja ceramah Prabowo Subianto di forum CSIS beberapa waktu lalu. Pertanyaan dari diplomat Jepang, Australia, Italia dan lain-lain dijawab tegas. Bahwa Indonesia menghormati Free-Trade yang dibangun di atas landasan Fair-Trade.
Diskusi yang serius, diikuti kalangan yang terbatas, namun di era digital sekarang ini bisa kita pantau juga lewat jaringan YouTube. Menggambarkan jelas bagaimana pola kebijakan ekonomi dan politik international Indonesia di era Prabowo-Gibran nanti. Bakal ada keberlanjutan kebijakan Jokowi ke pola administrasi Prabowo.
Maka Prabowo-Gibran mesti terus mengampanyekan keberlanjutan pembangunan ala Jokowi yang sudah terbukti membawa Indonesia dihormati di kancah dunia maupun domestik. Ini tidak bisa dibantah.
Jokowisme sudah menunjukan giginya. Siapa yang mengoloknya bakal menuai kemelorotan posisinya dalam jajak pendapat. Prof. Burhan Muhtadi mengistilahkan posisinya "ambrol" gegara bersikap oposan terhadap kebijakan Jokowi.
Sekarang kekuatan Koalisi Indonesia Maju (KIM) pasti terus mengonsolidasi diri. Mereka bukan anak kemarin sore, yang bisa diancam-ancam. Tapi justru reaksinya yang menarik. Bukannya membalas dengan keras dan kasar, tapi malah disenyumin dan dijogetin. Ada-ada saja.
Munculah istilah Gemoy. Bukan istilah yang diciptakan timses Prabowo, tapi istilah yang secara khusus disematkan oleh anak-anak muda (Milenials dan Gen-Z). Prabowo sendiri pun tidak mengerti istilah ini. Ia yang biasa tampil garang di mimbar mencoba lebih banyak senyum, eh malah dipersepsi "menggemaskan". Gemoy.
Ya sudah, mengalah saja. Ikutin selera mereka, jogetin saja sekalian. Milinials dan Gen-Z ini bawaannya santai dan santuy, tapi kerja keras dan kritisya minta ampun. Bertanya melulu, kita harus sabar dan siap mental untuk meresponnya dengan adekuat.
Mungkin ini yang jadi "advantage" buat Prabowo. KIM effect ditambah dengan Gemoy effect, plus Gibran effect yang menjala generasi muda, dan tentu saja Jokowi effect yang mulai menyebar luas. Apakah ini bakal jadi resep kemenangan Prabowo? Kita lihat saja nanti.
Segala upaya untuk mendiskreditkan pamor ini, rupanya tidak mempan. Ditambah lagi dengan lawan politiknya yang terus membawa aura marah-marah. Tambah bikin tidak simpatik, bikin males kata anak muda.
Sementara di grup Gemoy, tambah dua torang gas!!!
Jakarta, Rabu 29 November 2023
Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI