Publik Justru Harus Cawe-cawe dalam Skandal Korupsi BTS, Supaya Tidak Masuk Angin!
Oleh: Andre Vincent Wenas
Masuk angin? Apa buktinya? Buktinya, dari BAP (Berita Acara Pemerisksaan) Windy Purnama, direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera disebutkan ada Rp 243 miliar yang mengalir ke Senayan (Gedung DPR), katanya sih ke ketua Komisi-1 DPR.
Logika publik tentu mencernanya itu duit nggak mungkin dimakan sendiri. Mestilah itu buat dibagi-bagi. Kalau nggak, gimana mungkin sampai sekarang -- setelah beberapa bulan -- kok semua anggota Komisi-1 DPR masih tutup mulut terus?
Lebih detil ada cerita sekitar Rp 70 miliar duit diserahkan kepada Nistra Yohan, staf ahli dari Sugiono (Wakil Ketua Umum dan Wakil Ketua Harian Partai Gerindra). Bagaimana kelanjutannya?
Ada juga disebut di media massa nama Happy Hapsoro, tapi katanya belakangan lenyap dari daftar penyelidikan. Happy Hapsoro ini adalah pemilik 99% dari PT Basis Utama Prima dimana dirutnya sudah masuk penjara. Dia -- kebetulan -- suami dari Puan Maharani, Ketua PDI Perjuangan yang juga Ketua DPR.
Kenapa namanya bisa menghilang dari daftar perbincangan proses penyelidikan? Silahkan tanyakan pada masing-masing anggota Komisi-1 yang selama ini sedang melaksanakan aksi tutup mulut bersama.
Kejaksaan hanya bisa bilang "tak ada bukti" yang langsung mengaitkan ke nama itu. Walau ini bertentangan dengan logika ala pengusaha Kadin yang tahu persis praktek bisnis oligarki melayu.
Atau mungkin mereka semua adalah politisi hebat yang taat sekali terhadap perintah Ketua Umum Parpolnya. Artinya mereka adalah wakil yang loyal dari ketum parpol, bukan wakil rakyat.
Dito Ariotedjo (Golkar) dan Johny G. Plate (Nasdem) ceritanya sudah kita ketahui bersama. Konyol yang kotor sekali. Anggota Komisi-1 DPR, selain PDIP, Gerindra, Golkar, dan Nasdem, ada Demokrat, PAN, PKB, PKS dan PPP. Semua diam, semua bisu.Â
Ada tokoh populer lho di Komisi-1 ini, seperti Puan Maharani, Adian Napitupulu, Utut Adianto, Effendi Simbolon, TB Hasanudin, Meutya Hafid, Lodewijk Paulus, Nurul Arifin, Fadli Zon, Prananda Paloh, Muhaimin Iskandar, Sjarifuddin Hasan, Hanafi Rais, dan lain-lain. Kok juga bisu sih?
Itulah kalau jutaan mata rakyat dibuat pasrah bongkokan, hanya semata-mata menyerahkan pada proses penyelidikan -- penyidikan dari aparat hukum. Terutama dalam kasus yang berspektrum luas dan bobotnya seberat Menara BTS ini.
Mari pelototi bersama!
Jakarta, Senin 7 Agustus 2023
Andre Vincent Wenas,MM,MBA. Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H