Alasannya, diksi yang digunakan, ada kata "dajjal" yang rupanya dianggap tidak pantas, kira-kira begitu. Berdasarkan laporan itu polisi bergerak.Â
Kasus ini jadi ramai dan viral. Diperbincangkan banyak kalangan.Â
Rupanya Bima berhasil menarik simpati publik secara luas. Mungkin lantaran "keluhan biasa" ala anak muda ini direspon secara berlebihan oleh lawyer lokal itu. Â
Apakah lawyer lokal itu bergerak atas inisiatifnya sendiri atau ada pesanan pihak tertentu, kita tidak tahu.Â
Yang jelas, untuk kasus ini, kita sepakat dengan anggota parlemen yang bilang, tangkap aspirasinya bukan tangkap orangnya.Â
Berkat teknologi komunikasi, aspirasi masyarakat bisa disuarakan secara langsung. Dengan diksi yang biasa di kalangan anak-anak muda. Untuk menangkap aspirasinya kita tidak boleh baperan, gampang tersinggung.
Akhirnya, untuk pemerintahan setempat lebih baik jawab saja, kapan infrastruktur jalan diperbaiki? Kapan pusat pemerintahan Kota Baru rampung? Kapan tata kelola pemerintahahan tidak lemah lagi? Kapan korupsi diberantas? Kapan birokrasinya efisien? Kapan hukumnya tegak? Dan, kapan tidak ada suap lagi di Lampung?Â
Pertanyaan yang sama berlaku juga untuk pemerintah daerah lainnya.Â
Â
Jakarta, Â Sabtu, 15 April 2023
Andre Vincent Wenas,MM,MBA. Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.