Kalau Anjing Memerintah, Hanya Gonggongan yang Terdengar Setiap Hari
Oleh: Andre Vincent Wenas
"All effective propaganda must restrict itself to a few key points and enforce them with stereotypical formulas as long as required until the last of the audience is able to understand the idea." -- Adolf Hitler: Mein Kampf.
Itulah intisari dari konsep 'firehose of falsehood'. Dan Doktor Joseph Goebels (menteri propaganda Nazi) sudah mempraktekan serta membuktikan keampuhannya. Dekade tahun empatpuluhan jadi saksi sejarahnya, dimana suatu bangsa bisa 'tersihir' oleh agitasi walau dengan logika bengkok ala Adolf Hitler.
Begitu pula metode propaganda dan agitasi ala manipulator agama, sama dan sebangun. Model propagandanya pun membatasi dirinya dengan beberapa konsep kunci, walau bohong serta manipulatif.
Yang penting semprotkan terus, sampai pendengar terakhir bisa menelannya bulat-bulat, tanpa perlu berpikir lagi. Manusia-manusia banal, tanpa pikiran, nalar dangkal. jadi seperti gerombolan tikus yang berbondong-bondong mengekor si peniup seruling.
'Propaganda kebohongan' adalah rangkaian kata hiperbola (berlebihan) yang mungkin bisa menggambarkan banyak fenomena sosial belakangan ini.
Mulai dari para manipulator-agama yang dengan gampangnya mengklaim telah terjadi persekusi atau penistaan terhadap agama atau umat agama tertentu.
Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah ia ditangkap sebagai konsekuensi dari tindakan kriminalnya (melawan hukum). Termasuk juga ajaran (narasi ideologisnya) yang memang menyimpang serta tendesius ke arah subversif.
Sampai ke aparat penegak hukum sendiri yang kerap juga 'masuk angin' dalam kerja penegakan hukum yang tak pernah tegak-tegak.
Ambil contoh soal yang baru saja terjadi, yaitu penggeledahan PT Jhonlin Baratama (milik Haji Isam) di Kalimantan Selatan yang katanya bocor infonya sehingga semua barang bukti yang dicari KPK sudah hilang (dihilangkan) dengan sengaja.
Lalu Dewan Pengawas KPK pun buka suara soal akan diusutnya siapa pembocor informasi itu. Media (mainstream maupun sosial) jadi ramai memperbincangkannya.
Padahal kalau dilihat dari rentang waktu penggeledahannya sendiri sudah menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa terjadi jeda waktu (kesenjangan) yang begitu lama antara penggeledahan pertama (18 Maret 2021) dengan penggeledahan kedua (9 April 2021). Tiga minggu lebih!
Akal waras publik tentu saja bisa mereka-reka dengan mudah bahwa telah terjadi kesengajaan untuk memberi ruang waktu yang amat lega bagi para penjahat ekonomi-politik untuk menghilangkan jejak kriminalnya bukan?
Namun seperti biasa, ruang publik akhirnya diramaikan (dibikin ramai) dengan berbagai narasi yang memang sengaja pula disemprotkan hanya untuk bikin 'clutter' atau 'smoke-screen', semacam asap pengalih (bahkan penghalang) perhatian publik terhadap isu pokoknya.
Dari dua contoh di atas, isu pokoknya adalah: pertama, ada pemuka agama tertentu yang melakukan tindakan kriminal (melawan hukum), bukan soal kriminalisasi pemuka agama atau bahkan melakukan tekanan terhadap umat agama tertentu.
Kampanye pembelokan isu yang cenderung agitatif bahwa terjadi kriminalisasi pemuka agama serta tekanan terhadap umat agama tertentu adalah kebohongan yang sedang disemprotkan terus menerus oleh para anteknya. Firehose of falsehood.
Dan dari contoh kasus yang kedua, memang ada aparat atau institusi penegak hukum yang nyatanya 'masuk angin' (kongkalikong) dengan penjahat ekonomi-politik. Sehingga barang bukti bisa raib.
Maka publik pun tak usah dibingungkan dengan pernyataan-pernyataan pejabat institusi tersebut yang terus menerus menyanyikan lagu 'janji-surga' bahwa mereka bakal mengusut ini dan itu.
Tapi ujungnya toh bakalan fade-away (lenyap pelan-pelan) seiring berjalannya waktu. Buktikan saja bahwa dalam waktu singkat terungkap.
Lagi pula untuk soal pajak bukankah pembuktiannya obvious dari berkas di kantor pajak serta laporan investigatif-akuntansi, ditambah kesaksian terdakwa pejabat kantor pajak yang telah ditangkap?
Sudahlah, hentikan propaganda kebohongan publik yang hanya membodohi rakyat, yang juga sekaligus malah mempertontonkan kebodohannya sendiri.
"If dogs are governing a country, what can you hear every day other than horrible barking noises?" Mehmet Murat ildan (Penulis asal Turki).
11/04/2021
*Andre Vincent Wenas*, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H