Teori konflik dalam sosiologi apabila dapat dikelola secara cerdas memang bisa efektif. Efektif untuk apa? efektif untuk menggeliatkan upaya pemberantasan korupsi misalnya.
Sudah ada Kejaksaan, ada juga Kepolisian, dan ditambah lagi lembaga ad-hoc macam KPK. Katanya bakal ada lagi Tim Pemburu Koruptor. Manakala kasus bergeser dari pidana ke perdata maka telah tersedia Satgas Penanganan Hak Tagih Negara (terhadap BLBI contohnya).
Instrumen Kemensetneg pun diaktifkan juga untuk pengambilalihan berbagai asset negara yang selama ini diserobot para penjahat ekonomi-politik. Kasus Taman Mini Indonesia Indah misalnya.
Jadi sampai saat ini kita memang melihat keseriusan pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memberantas praktek korupsi. Walau siasat beliau memang mau tidak mau mesti cerdik dalam berselancar di atas banyak 'Jebakan Batman' yang dipasang lawan politik maupun oleh musuh dalam selimut yang selama ini memolitisasi Jokowi maupun memolitisasi Pancasila/NKRI.
Manakala untuk suatu kasus tertentu suatu lembaga penegak hukum terlihat letoy, maka digerakkan lembaga lainnya. Semacam rivalry internal yang sehat-sehat saja, selama tujuannya sama yaitu: memberantas korupsi.
Memang tinjauannya mesti kasuistik, kasus per kasus. Lantaran setiap kasus punya keunikannya masing-masing. Unik dalam relasi dengan para penegak hukumnya, maupun memang unik dari latar belakang perkaranya. Paham khan?
Jadi jika terhadap kasus XYZ lembaga A terpantau ogah-ogahan atau masuk angin, maka tinggal pencet tombol satunya untuk menggerakkan lembaga B agar mengusut kasusnya dari dimensi yang lain. Atau kalau perlu ya mengambil alih total kasusnya.
Kalau kasusnya bergeser (digeser) dari pidana ke perdata misalnya, ya sekarang sudah ada Satgas yang bakal terus mengejar tagihan negara.
Satgas ini ditopang oleh lima menteri serta Jaksa Agung dan Kapolri yang bertindak sebagai pengarah dalam tugas penelusuran semua aset negara. Mau kemana lagi?
Keppres-nya No. 6/2021 tentang Satgas Penanganan Hak Tagih Negara terhadap BLBI. Terbit baru saja (6 April 2021). Lima hari setelah KPK menghentikan penyidikan kasus SKL BLBI dengan tersangka Duo-Nursalim (Sjamsul-Itjih).
Menurut Prof. Mahfud MD, Keppres ini memang dimaksudkan untuk memburu aset dari kasus yang dihentikan oleh KPK. Untuk contoh kasus yang terkait BLBI saja jumlahnya mencapai Rp 108 triliun. Nah!
Presiden Joko Widodo terbilang piawai memainkan teori konflik yang terkendali seperti ini.
Menyambut Satgas Penanganan Hak Tagih Negara terhadap BLBI ini kita mengucapkan selamat menagih!
Dan kepada mereka yang ditagih, segera bayar sebelum ambyar!
09/04/2021
*Andre Vincent Wenas*, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI