Untuk keperluan itu, pemerintah telah menyiapkan dana Rp 22 triliun yang disalurkan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk mendirikan IFG Life ini.
Namun kok ini kesannya lebih bernuansa menggeser masalah ketimbang menyelesaikan masalah. Shifting the problem, not solving the problem!
Pertanyaannya, mengapa dana Rp 22 triliun itu tidak diberikan saja pada Jiwasraya untuk melanjutkan bisnis dan memenuhi semua hak nasabah? Kenapa pula mesti ada perusahaan baru yang menerima modal baru dari uang rakyat?
Lalu mengapa Jiwasraya harus ditutup? Bukankah salah urus ini adalah skandal petingginya, bahkan disinyalir ada ulah penguasa dan kroninya di masa lalu yang cawe-cawe di situ? Walahuallam!
Ironis sekali, alih-alih menguntungkan, model restrukturisasi seperti ini jelaslah sangat merugikan para nasabah pensiunan itu.
IFG Life adalah anak usaha PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atau BPUI yang sengaja dibentuk demi menampung polis Jiwasraya hasil restrukturisasi.
Nah, melalui IFG Life inilah dana nasabah tadi akan dikembalikan (sesuai ketersediaan dana) dengan cara dicicil.
Dicicil? Iya dicicil. Dan bukan hanya itu.
Tambahan penderitaan pula, dana nasabah itu akan disesuaikan dari sisi suku bunganya dan kemudian akan dihitung kebutuhan top up klaim apabila memang manfaat itu akan diteruskan di IFG Life.
Opsi mencicil dana nasabah itu artinya,
Pertama, pengembalian penuh namun polis dicicil selama 15 tahun. Namun bila nasabah tidak setuju dan ingin mendapatkan pengembalian lebih cepat, maka diperlukan penyesuaian tunai atau hair cut terlebih dulu.