Lampiran Dicabut, Akal Sehat pun Tercabut
Oleh: Andre Vincent Wenas
Rupanya sementara pihak di Indonesia ini memang tidak mau diatur! Dan -- ini istilahnya Rocky Gerung -- sangat dungu. Suka yang berantakan ketimbang yang tertata rapih. Publik yang berupa 'mob' (kerumunan tanpa akal, tanpa daya kritis).
Sebagian lagi yang ada di ormas (besar maupun kecil, berbasis agama maupun preman) arogannya minta ampun! Kalau tidak disowani dulu, maka retaliasi pun dilancarkan. Tak peduli lagi apakah yang diprotes itu baik atau buruk.
Tambahan lagi di sisi Istana, sama juga 'bedegong' (ini istilah Sunda). Sudah tahu apa pun yang mengandung kata "miras" itu pasti sensitif secara sosial-politik, tapi 'kekeuh' (ini juga istilah Sunda) tidak menyosialisasikannya dengan lebih gencar sedari awal. Duh!
Ketika ketiga komponen itu (istana bedegong, ormas arogan, dan publik dungu) itu melebur ke dalam isu plintiran maka batal deh perpres yang mau "mengatur" apa yang tadinya "bebas" itu.
Plintiran INVESTASI industri miras menjadi LEGALISASI jualan miras, dan ketidakmampuan atau ketidakmauan untuk membedakan PRODUKSI dengan DISTRIBUSI membuat semuanya jadi kacau balau.
Dari maksud awal yang intinya "Jokowi Perluas Investasi" diplintir menjadi "Jokowi Legalisasi Miras" (???).
Ini khan situasinya jadi sangat 'caparuni' (ini istilah Manado), alias jorok (kotor) dan menyebalkan sekali!
Soal apa ini? Ini kita bicara lagi soal dicabutnya lampiran perpres investasi itu (bukan perpres miras!).
Lampiran tentang "pengaturan" investasi di bidang industri minuman mengandung alkohol. Yang tadinya bisa dimana saja, diatur "hanya" di 4 provinsi (Bali, Sulut, NTT, Papua).