Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bau Patgulipat Semakin Menyengat!

20 Desember 2020   22:04 Diperbarui: 21 Januari 2021   19:46 2635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Oleh: Andre Vincent Wenas

Gila!

Dalam suatu diskusi terbatas bersama pengurus salah satu partai politik di Jakarta barusan ini kita mendapat keterangan bahwa -- sejujurnya -- sampai sekarang anggota parlemen tidak ada yang tahu apa isi rincian anggaran yang waktu itu diketuk palu oleh Ketua DPRD dan Gubernur.

Bagaimana ini bisa terjadi?

Bisa saja, selama mayoritas anggota parlemennya memang tidak mau tahu soal rincian itu tentang apa, berapa dan untuk apa saja?

Memang melelahkan untuk menyisir anggaran yang ribuan itemnya dan membaca angka-angka itu bikin ngantuk, apalagi kalau angka-angka itu tidak ada hubungannya dengan proyek pribadi masing-masing anggota parlemen.

Jadi, walau di publik sudah dinyatakan oleh Ketua DPRD bahwa kenaikan anggaran untuk tunjangan jumbo yang macam-macam itu  sudah dibatalkan, namun tetap saja gelap apa rincian yang ada dalam APBD itu. Dan tak ada yang mau tahu!

Gila! Benar-benar gila. Ini tragedi, dan kabarnya tragedi semacam ini bukan hanya terjadi di Jakarta, namun sudah jadi tradisi di semua daerah!

Bermula dari apa yang -- dulu -- disebut dengan istilah pokir (pokok-pokok pikiran) yang ternyata itu maksudnya adalah jatah proyek bagi masing-masing anggota DPRD.

Berapa nilai "jatah" itu? Minimal 10 persen dari total anggaran! Begitu kabar burung yang pernah hinggap di pohon Mahoni Kawasan Monas dulu.

Jadi kalau anggarannya 80 triliun rupiah, maka "jatah proyek" itu adalah sekitar 8 triliun!

Ini -- ceritanya -- dimaksudkan agar parlemen jadi "bersahabat" dengan eksekutifnya. Tak ada ribut-ribut, semua adem-ayem-tentrem-gemah-ripah-lohjinawi. Keadilan sosial bagi seluruh sahabat dan kerabat. Duh!

Makanya semenjak "anak-anak nakal" itu bercokol di parlemen Jakarta, terkuaklah proyek lem aibon, proyek ballpen, proyek komputer, proyek pasir, proyek macam-macam yang tidak jelas juntrungannya.

Dulu -- sebelum ada "anak-anak nakal" itu -- proyek-proyek jatah itu disebut dengan istilah "sosialisasi", yaitu proyek "pemahaman". Untuk sosialisasi dan pemahaman macam-macamlah.

Dan begitu balai-kota diduduki oleh gubernur yang dijuluki "anjing" (tepatnya: anjing penjaga), maka muncullah coretan legendaris itu: "Pemahaman Nenek Loe!"

Dan buyarlah segala macam proyek "pemahaman" itu.

Lalu gubernur "anjing" itu dilengserkan lewat kampanye ayat-mayat, dan balai-kota pun diduduki gubernur santun-seiman.

Masa setahun pertama kekuasaannya semua berpesta pora dengan berbagai proyek pokir, semua bisa saling memahami dengan proyek "pemahaman"nya masing-masing.

Janji soal program 'smart-budgeting' sampai sekarang masih tinggal pepesan kosong. Pengelolaan anggaran bukannya makin terang dan transparan, tapi malah makin gelap-gulita.

Legislatif, eksekutif dan yudikatif semakin "rukun", mekanisme 'check and balances' lumpuh. Trias Politica bermetamorfosa jadi Trias Corruptica: legislathieves, executhieves dan judicathieves.

Rapat terbuka hanyalah formalitas, yang menentukan adalah kongkow-kongkow terbatas di kegelapan.

Bau patgulipat semakin menyengat.

20/12/2020

*Andre Vincent Wenas*, Direktur Kajian Ekonomi, Kebijakan Publik & SDA Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).

Oleh: Andre Vincent Wenas


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun