Makanya semenjak "anak-anak nakal" itu bercokol di parlemen Jakarta, terkuaklah proyek lem aibon, proyek ballpen, proyek komputer, proyek pasir, proyek macam-macam yang tidak jelas juntrungannya.
Dulu -- sebelum ada "anak-anak nakal" itu -- proyek-proyek jatah itu disebut dengan istilah "sosialisasi", yaitu proyek "pemahaman". Untuk sosialisasi dan pemahaman macam-macamlah.
Dan begitu balai-kota diduduki oleh gubernur yang dijuluki "anjing" (tepatnya: anjing penjaga), maka muncullah coretan legendaris itu: "Pemahaman Nenek Loe!"
Dan buyarlah segala macam proyek "pemahaman" itu.
Lalu gubernur "anjing" itu dilengserkan lewat kampanye ayat-mayat, dan balai-kota pun diduduki gubernur santun-seiman.
Masa setahun pertama kekuasaannya semua berpesta pora dengan berbagai proyek pokir, semua bisa saling memahami dengan proyek "pemahaman"nya masing-masing.
Janji soal program 'smart-budgeting' sampai sekarang masih tinggal pepesan kosong. Pengelolaan anggaran bukannya makin terang dan transparan, tapi malah makin gelap-gulita.
Legislatif, eksekutif dan yudikatif semakin "rukun", mekanisme 'check and balances' lumpuh. Trias Politica bermetamorfosa jadi Trias Corruptica: legislathieves, executhieves dan judicathieves.
Rapat terbuka hanyalah formalitas, yang menentukan adalah kongkow-kongkow terbatas di kegelapan.
Bau patgulipat semakin menyengat.
20/12/2020