Pak Ahok, Yuk Panggil Ketua DPRD DKI Jakarta Untuk Interpelasi Gubernur
Oleh: Andre Vincent Wenas
Terus terang kita sangat terkesan dengan dialog Ahok dalam vlognya saat memanggil Ima Mahdiah, dan kemudian beredar luas di medsos dan banyak dikutip di media mainstream.
Begitu lugas dan masuk akal argumentasinya. Inti soalnya adalah soal transparansi anggaran dan etika anggota legislatif serta pejabat pemerintahan.
Seperti biasa ucapan Ahok sangat dramatis dan seperti diakuinya sendiri sangat emosional. Tak mengapa sih, karena memang situasi parlemen dan pemerintahan daerah di Jakarta (dan mungkin di seluruh Indonesia) memang bikin emosi tingkat tinggi.
Tak ada transparansi dan tak ada lagi etika politiknya. Itu poin yang kita tangkap.
Dan lantaran kritik kerasnya itu sampai-sampai DPRD DKI Jakarta, Â membatalkan rencana kenaikan gaji, atau tunjangan atau honorarium (atau apa pun namanya) untuk tahun 2021, dan kembali ke format 2020.Â
Lalu apakah persoalan sudah beres? Dan apakah jeritan hati rakyat berarti sudah didengarkan?
Nanti dulu.
Hati-hati. Yang dibatalkan (atau ditolak) memang baru usulan kenaikan gaji, tunjangan atau honorarium kepada anggota legislatifnya.
Soal kenaikan jumbo anggaran kegiatannya bagaimana? Rencana kegiatannya apa saja sih persisnya? Kabarnya sampai sekarang belum terbuka disampaikan ke publik. Gambaran keseluruhan rancangan kegiatan yang berimplikasi pada anggaran yang bertambah.
Oh ya, sekalian deh, bolehkah Pak Ahok juga sekali lagi memanggil 'kadernya' atau sekalian ketua parlemennya untuk menanyakan komitmen parlemen dalam fungsi pengawasan dan penganggarannya.
Karena nyatanya pengaruh Pak Ahok masih besar di parlemen Jakarta, dan sungguh bisa jadi show-case soal good governance.
Soal tidak kritisnya mereka dalam menggugat pemda (gubernur) dalam mengelola APBD yang sangat tidak transparan. Kok tidak ada lagi yang meng-upload KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara), sampai jadi APBD di web-site (laman) resmi pemda? Laporan yang detail sampai satuan ketiga.
Dan isu yang tak kalah jumbonya, atau bahkan lebih besar lagi, soal Formula-E, dimana hanya fraksi PSI-lah yang mengritisinya. Dimana fraksi/partai lain?
Tolonglah Pak Ahok, panggil sekali lagi, kali ini tolonglah panggil Ketua DPRD-nya, dan tolong tanyakan soal pohon Mahoni di Monas yang menghilang dan sampai sekarang belum ditemukan keberadaannya? Soal bagaimana nasib banyak RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) di Kalijodo dan di banyak tempat lainnya?
Singkatnya, dosa acuhnya parlemen Jakarta terhadap amburadulnya pengelolaan duit (anggaran) kota sudah jadi rentetan peristiwa yang tak putus-putusnya. Ini juga bikin emosi tingkat tinggi nih Pak.
Sampai akhirnya, kemangkelan (kesalnya) rakyat Jakarta ini berujung pada inisiatif fraksi PSI yang berwacana untuk menginterpelasi Gubernur Anies.
Namun sayang, PSI seperti ditinggal sendirian oleh fraksi/partai lainnya. Mengapa ya? Apakah Pak Ahok bisa bantu lagi soal ini?
Ayo Pak Ahok, yuk bikin vlog lagi. Kali ini yang dipanggil Ketua DPRD DKI Jakarta untuk inisiatif menginterpelasi Gubernur.
Kita rakyat Jakarta juga sudah marah sekali dengan amburadulnya kota tercinta. Sama seperti kekesalan yang pernah disampaikan oleh Bu Megawati, Ketua Umum PDIP. Kita sepakat dengan beliau.
Terima kasih Pak Ahok. Tetap semangat dan sehat selalu.
08/12/2020
*Andre Vincent Wenas*, Lembaga Kajian Anak Bangsa (LKAB).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H