*Pilkada Serentak: Pro-Lanjut atau Pro-Tunda, tapi Kontra-Batal*
Oleh: *Andre Vincent Wenas*
Tidak ada yang ingin Pilkada Serentak ini dibatalkan. Itu dulu yang mesti dipahami.
Jadi pilihan yang tersisa hanya dua: 1) Tetap dilaksanakan 9 Des 2020, atau 2) ditunda pasca vaksinasi massal yang rencananya awal tahun depan (2021).
Kalau tetap dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020, maka Presiden Joko Widodo tidak perlu mengeluarkan perppu. Tapi kalau mau menunda, ya perlu perppu. Jadi keputusan melanjutkan atau menunda ada pada presiden.
Sekali lagi, bukan membatalkan Pilkada ya. Kita semua kontra batal, pilihannya hanya pro-lanjut atau pro-tunda. Tentu masing-masing pilihan pro ini ada mudarat dan manfaatnya. Tergantung perspektif atau titik pandangnya.
Tergantung bagaimana masing-masing pihak membaca realitas sosial yang ada dan tergantung hasrat masing-masing.
Membaca realitas sosial itu tentu saja mensyaratkan kejujuran, keterbukaan hati dan kecerdasan dalam membaca dinamika sosial yang sesungguhnya terjadi. Dan soal hasrat itu berkaitan erat dengan moralitas (etika), sikap politik serta rasa tanggungjawab sosial.
Repotnya kalau hasrat (birahi atau libido politik) telah melaburi kejernihan pandangan. Kalau birahi (libido) politik sementara kelompok telah begitu menggebu-gebu, akibatnya pembacaan atas realitas sosial menjadi cacat. Implikasi keputusan politiknya pun bisa jadi bengkok.
Banyak perspektif (pertimbangan) yang sudah disampaikan di ruang publik. Mulai dari hak memilih dan dipilih rakyat (hak demokrasi), soal penggeliatan ekonomi (semoga bukan lantaran bertebarannya politik uang dan serangan fajar), soal biaya-tenaga-waktu yang sudah dikeluarkan KPU dan para paslon (termasuk partai politik), dan sebagainya. Â Atau yang menyangkut soal keselamatan rakyat banyak dengan risiko besar terpapar covid-19.
Selain isu atau pertimbangan-pertimbangan yang telah dikemukakan di atas, ada hal lain yang juga mesti diantisipasi oleh KPU pada khususnya dan kita semua pada umumnya.