Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Restrukturisasi BUMN, Pangkas Tumornya, Bakar Lemaknya, dan Perkuat Ototnya

16 Juni 2020   11:01 Diperbarui: 16 Juni 2020   11:08 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan bisnis yang duplikasi dan selama ini cuma jadi semacam lemak dalam tubuh korporasi besar BUMN ya dibakar supaya semakin lincah (efisien). Dibakar itu maksudnya di merger, gabungkan, dan digambar ulang proses bisnis yang paling efektif dan efisien untuk bisnis yang telah di merger itu.

Secara kuantitatif sudah diperkirakan bahwa dari 142 BUMN akan menjadi sekitar 70 sampai 80 saja. Dan saat ini sudah dipangkas 35 BUMN.

Tentu saja ada implikasi terhadap OD (organization design) nya. Terutama jajaran direksi dan komisaris. Itu lumrah saja, tidak ada yang aneh sebetulnya. Kecuali memang ada yang mempolitisir isu ini.

Menyusun jajaran direksi dan komisaris pun mestinya mengikuti kaidah bisnis saja, akuntabilitas terhadap proses bisnis yang mesti dikelola secara efektif dan efisien.

BUMN bukanlah panti-jompo atau tempat penitipan bayi yang perlu disusui terus. Bukan tempat penyaluran balas jasa tanpa kinerja buat oknum, entah itu konco atau cucu dari nenek. Karena BUMN memang bukan badan usaha milik nenek loe!

Penempatan direksi dan komisaris yang eksesif dalam suatu badan usaha (bisnis) jelas akan menambah birokrasi. Itu sudah lazim diketahui bersama. Apalagi kalau tidak bisa diorkestrasi secara tegas dan disiplin. Semau-maunya sendiri, tidak disiplin, mentang-mentang merasa punya bekingan di partai politik penguasa.

Jadinya ya adigang-adigung-adiguna. Buktinya untuk kasus PTPN saja kabarnya sampai bisa punya utang sebesar Rp 42 trilyun. Bagaimana itu justifikasinya? Jangan-jangan itu cuma program konspirasi bancakan berjamaah (lewat pola klasik side-streaming) saja? Wallahualam!

Maka, inisiatif restrukturisasi bisnis model BUMN saat ini perlu didukung. Dan setiap upaya politisasi dari para politisi-politisi busuk yang sibuk menggerecoki proses ini harus terus diingatkan (maksudnya diperingatkan), kalau perlu dengan keras.

Diingatkan bahwa jangan coba-coba menggerecoki proses 'streamlining' ini, apalagi jika hanya lantaran teman atau konconya jadi korban yang diamputasi dari jajaran struktur direksi atau komisaris di BUMN. Itu khan norak sekali!

Proses streamlining (perampingan) BUMN agar lebih lincah dan trengginas dalam menghadapi persaingan bisnis global jelas inisiatif yang penting dan perlu.

Maka kalau ada politisi yang sewot, politisi model seperti itu hanyalah membawa kepentingan sempitnya sendiri atau kepentingan titipan yang mesti dilaksanakannya sebagai petugas partai yang baik dan setia layaknya anjing herder.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun