Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Laudato Si, Solidaritas Merawat Bumi

15 Mei 2020   03:40 Diperbarui: 15 Mei 2020   14:44 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Laudato Si' mi' Signore", terpujilah engkau Tuhanku! Madah (nyanyi) pujian Santo Fransiskus dari Asisi.

Orang suci ini dikenal dengan perilakunya yang sangat menyayangi alam, ia mungkin juga Santo Pelindungnya para Pecinta Alam.

Bahkan hikayat menceritakan bahwa saking besar cintanya pada alam ia kerap bicara, berbincang dengan alam hewan dan tumbuhan.

Mungkin maksudnya saking sayangnya beliau pada alam, maka ia sering mengajaknya bicara. Untuk apa? Untuk memuji, memuliakan  Penciptanya.

"Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang memelihara dan mengasuh kami, dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan."

(Nyanyian Saudara Matahari, dalam Karya-karya Fransiskus dari Asisi, Yogyakarta: Sekafi, 2000. Dalam LAUDATO SI' - TERPUJILAH ENGKAU, Ensiklik Paus Fransiskus, 24 Mei 2015 diterbitkan Departemen Dokpen KWI Jakarta, Januari 2016)

Untuk sekian lamanya bumi telah memelihara dan mengasuh kita semua. Tapi apa yang telah kita perbuat terhadap bumi?

Kemajuan rasio-instrumental manusia dengan produksi revolusi industri (seri 1.0, 2.0, 3.0 sampai 4.0) yang sangat eksploitatif ternyata membawa kerusakan fatal di berbagai belahan dan lapisan bumi. Keseimbangan alam pun goyah.

Dimana-mana yang namanya ketidakseimbangan itu memang bikin pusing, mual, muak dan akhirnya bisa muntah.

Sepanjang perjalanan sejarah sejak roda gigi revolusi industri menggerus bumi habis-habisan, atas nama nilai tambah ekonomi. Produksi harus dipasarkan ke segala penjuru dunia. Melahirkan teknologi iklan dan public-relations yang menyihir persepsi manusia akan apa yang indah dan apa yang bergengsi.

Konsumerisme merasuk sanubari. Model-model artifisial jadi rujukan tentang apa yang seharusnya dituju dan ditiru. Realitas sosial dikonstruksi sesuai strategi pemasaran korporasi global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun