Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketoprak ala Politisi-Partai di Tengah Wabah Covid-19

29 April 2020   19:45 Diperbarui: 29 April 2020   19:56 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantaran mungkin juga pengusaha-pengusaha itulah yang dulunya menyeponsori mereka semasa kampanye. Untuk beli suara langsung ke rakyat dengan serangan fajar, maupun buat modal menyetir KPU setempat dalam praktek jual-beli suara. Walahuallam.

Ditengarai semua sudah tahu sama tahulah. Selama dosa mencuri Suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei) masih tersembunyi di balik batu, maka peran masing-masing dalam drama ketoprakan itu akan terus berlangsung.

Satu episode sandiwara ketoprak itu akan bisa terus ditayangkan asal syaratnya dipenuhi. Apa itu? Syaratnya ya cuma satu: jangan sampai ketahuan!

Dalam pemahaman otak busuk mereka itu yang namanya koruptor itu definisinya hanyalah kalau ketahuan. Selama belum ketahuan ya mereka tetap minta dipanggil dengan sebutan: Yang Terhormat.

Sebuah pertunjukan hipokrisi par-excellence!

Nah kalau toh akhirnya sampai ketahuan dan terbongkar juga, mereka akan segera ganti episode. Yang segera muncul adalah drama ketoprakan bertema  pembelaan diri. Sambil mengutuki si bodoh yang ketahuan tadi. Itu sudah pakemnya.

Suatu episode susulan yang sudah bisa kita terka jalan ceritanya. Ala film romantis Bolywood-lah pokoknya. Gampang ketebak, no surprise at all.

Segera gelar konperensi pers. Bahkan script untuk konpersnya pun sudah standar: "Kami sangat menyesalkan tindakan oknum ini, dan kami pun udah mengusulkan ke DPP Partai untuk memecatnya. Hal seperti ini tidak boleh terulang lagi!"

Dan akan disambung lagi dengan pernyataan klasik, "...partai akan tetap patuh dengan proses hukum yang berjalan. Partai kami tetap berkomitmen untuk menghormati hukum." Cape dehhh....

Tentu saja pesan tadi mesti disampaikan dengan ekspresi muka penuh penyesalan dengan raut yang agak dibikin cemberut atau ekspresi rada marah (supaya sandiwaranya terkesan tegas dan serius).

Pokoknya jalan ceritanya amat sangat sederhana sebetulnya. Cuma jadi rame lantaran dibumbui tari-tarian yang bergemerincing. Begitu artis utama (ketua/petinggi partai) ketemu (kebentur) tiang listrik atau pohon (kasus-kasus), pasti langsung bernyanyi dan menari (konpers dengan syair-syairnya yang standar tadi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun