Untuk perbandingan, inilah beberapa negara yang skornya paling tinggi: Selandia Baru (87), Denmark (87), Finlandia (86), Singapura (85), Swedia (85), dan Swiss (85).
Sedangkan contoh negara yang bontot: Somalia (9), Sudan Selatan (12), Syria (13), Yemen (15), Venezuela (16), Sudan (16), Guyana Katulistiwa (16) dan Afghanistan (16).
Dalam analisa umum Transparancy International, praktek korupsi dipersepsi lebih besar di negara-negara yang marak dengan praktek politik uang. Ditambah pemerintahnya hanya mendengar suara dari kalangan kaya atau mereka yang punya koneksi. Terhadap lainnya ya budeg.
Maka rekomendasi yang diberikan oleh Transparancy International adalah: "...the Indonesian government must strengthen the integrity of its institutions, ensure efficient use of public services and improve internal supervision and law enforcement, including police, prosecutors and inspectors. The government must also support and protect civil society and media in their efforts to disclose corruption."
Waktu itu Dirjen Otoda Kemendagri Soni Sumarsono  pernah menghimbau agar Parpol lebih berintegritas. Ia juga mensinyalir bahwa perencanaan dan anggaran daerah merupakan area rawan korupsi. Ia menyarankan agar segera menerapkan e-planning dan e-budgetting, sambil terus memperkuat integritas para kepala daerah.
Sementara itu pemerhati politik LIPI, Dr. Syamsudin Haris menilai bahwa pembenahan pengelolaan anggaran daerah haruslah dimulai dengan memperbaiki sistem pilkada, pemilu dan khususnya partai politik. Sebabnya pasangan calon yang dimajukan dalam pilkada selama ini dinilainya tidak lewat seleksi yang benar. Tapi lebih mengutamakan pihak yang punya uang.
Harapannya, dengan membenahi sistem kaderisasi parpol ini bakal mereduksi para maling anggaran. Mencegah bancakan proyek demi kembalinya modal kampanye.
Standar etika dan transparansi pengelolaan keuangan partai politik juga menjadi pokok keprihatinan. Mulai saja dari situ dulu, sehingga nantinya semangat itu menular ke transparansi anggaran daerah (APBD).
Apa yang terjadi sejak kuartal terakhir tahun lalu di pemerintahan Provinsi DKI Jakarta bisa diambil sebagai pelajaran bagi seluruh pemda.
Dimana waktu itu mulai sejak penggodokan anggaran (KUA-PPAS: kebijakan umum anggaran-prioritas plafon anggaran sementara) sudah dikritisi terus menerus oleh DPRD-nya. Khususnya dari Fraksi PSI yang meminta agar draft KUA-PPAS itu diunggah ke laman resmi apbd.jakarta.go.id. Sehingga dengan demikian banyak hal bisa diperbaiki sejak awal.
Membenahi pengelolaan anggaran daerah sebetulnya tidaklah sulit-sulit amat. Mulai saja dari transparansi, keterbukaan yang melibatkan masyarakatnya. Buka kesempatan bagi mereka untuk ikut mengritisi, memberi masukan, dan yang penting bisa ikut memantau penggunaannya.