Mungkin ada juga relevansinya dengan apa yang terjadi di sini kalau kita menyinggung skandal Asabri, Garuda Indonesia, Jiwasraya, dan kosmetik pembukuan akuntansi ala beberapa BUMN maupun BUMS yang sudah go public.
Kita khan tidak mau berbagai skandal konyol semacam itu terulang lagi... dan lagi. Seperti tidak belajar dari keledai saja.
Jadi apa yang mesti dilakukan? James A. Baker III menyebutkan empat (4) hal yang mesti diingat dan jadi etos bisnis praktis.
Pertama, ingatlah bahwa 'all times are skeptical times'. Kedua, ia yakin bahwa 'free market capitalism is an ethical system'. Ketiga, ini prinsip moralnya, 'first, do no harm.' Dan keempat, selalu bertanya kepada diri sendiri, 'what we can do'. Ini bukan urutan, jadi kita bisa mulai dari mana saja.
What we can do? Apa yang bisa kita lakukan? Ini pertanyaan yang sangat pragmatis dan realistis dalam setiap kondisi. Pertanyaan yang selalu diajukan oleh orang bertipe progresif, berani dan optimis.
Skeptis tapi serentak juga bertanya apa yang bisa dilakukan?
Skeptis dalam definisi KBBI berarti kurang percaya, ragu-ragu (terhadap keberhasilan ajaran dan sebagainya). Jadi skeptisisme adalah paham yang memandang sesuatu selalu tidak pasti (meragukan, mencurigakan).
Kalau Thomas Friedman memandang skeptisisme sebagai sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah ditipu.
Seorang yang skeptis akan berkata: "Saya kira itu tidak benar. Saya akan menceknya." Maka skeptis lebih dekat ke sikap kritis. Beda dengan sikap pesimis.
Pesimis, dalam rumusan KBBI adalah orang yang bersikap atau berpandangan tidak mempunyai harapan baik (kuatir kalah, rugi, celaka, dan sebagainya), mudah putus (tipis) harapan.
Lantaran sikap skeptisnyalah maka James Baker selalu jadi waspada, kritis, tak mudah dibohongi. Dalam persaingan bebas (free-market) Â ala Amerika, permainan keras dan bahkan kasar kerap mewarnai percaturan dunia bisnis maupun politiknya.