Beberapa kali saya baca status teman, "Gw kangen sama ucapan 'pemahaman nenek loe'-nya Ahok." Ya, tanpa basa-basi, straight to the point, tapi juga mengiris hati (bagi yang benci).
Dalam masa yang relatif singkat, kepemimpinan Ahok di DKI, suka tidak suka telah menorehkan suatu standar tertentu dimana setiap orang sekarang melakukan perbandingan. Semacam standar 'benchmarking' begitu. Atau alat ukur studi banding tentang kepemimpinan.
Ada pro dan kontra, itu biasa. Tergantung dari posisi mana memandangnya. Bagi yang benci Ahok, perbandingannya jadi, "Beda ya, dulu kasar tak tahu adat, sekarang santun."
Tapi bagi yang rindu Ahok bilang, "Beda ya, dulu terbuka dan terus terang, sekarang munafik." Dan berbagai kriteria lain yang bisa dikontraskan. Tergantung posisi, tingkat kecerdasan dan kepentingannya masing-masing.
Itu sama sekali bukan hal yang baru. Sekitar 2400-an tahun yang lampau juga terjadi di Yunani kuno. Ada figur kontroversial yang namanya Sokrates.
Bagi yang cinta Sokrates, ia dipandang sebagai pencerah budi, jenius, jujur, terus terang, berani dan sangat kritis. Tapi bagi yang benci padanya, ia cuma dipandang sebagai provokator, penyesat kaum muda Yunani dengan ajaran-ajarannya yang dianggap bikin malu kaum mapan.
Singkat cerita, Sokrates difitnah dan dibawa ke pengadilan. Tentu dengan tuduhan yang selaras dengan pandangan kaum pembencinya, yang kebanyakan kaum mapan itu. Alhasil Sokrates pun dianggap bersalah oleh pengadilannya kaum mapan dan dijatuhi hukuman mati. Ia minum racun dan memang mati.
Tapi ada Plato, muridnya yang super cerdas juga. Plato sangat mencintasi Sokrates, sehingga ia menuliskan kembali semua dialog Sokrates. Dan naskah-naskah dialog yang ditulis Plato itu membuat nama Sokrates jadi terus hidup, abadi. Sampai sekarang, lebih dari dua milenium kemudian.
Tentang Sokrates ini, ungkapan yang disampaikan Prof.Myles Burnyeat sangat menarik. Ia seorang mahaguru filsafat kuno di Cambridge University. Dalam percakapannya dengan Bryan Magee yang disiarkan oleh BBC London, dikatakannya begini,
"I think that Sokrates' death in 399 BC must have been a traumatic event for a lot of people. Socrates had been a spell-binding presence around Athens for many many years, much loved, much hated.
He had been even caricatured on the comic stage, at public festival, in front of whole populace of Athens. Then suddenly the familiar figure is not there anymore.
The reason he is not there is that he has been condemned to death on a charge of impiety and corrupting the young; the cause of his death was even more distressing for those who loved him than the death itself."
Lalu Prof.Myles Burnyeat menyinggung Plato dan mengemukakan interpretasinya tentang Sokrates,
"He had a lot of devoted followers and some of them, amongst them Plato, began writing Socratic dialogues: philosophical conversations in which Socrates takes the lead. It must have been like a chorus of voices saying to the Athenians, 'Look, he's not gone after all. He's still here, still asking those awkward questions, still tripping you up with his arguments.'
And of course these Socratic dialogues were also defending his reputation and showing that he had been unjustly condemned: he was the great educator of the young, not the great corrupter."
(Berdasarkan wawancara di BBC Television yang dibukukan oleh Bryan Magee, The Great Philosophers: An Introduction to Western Philosophy, Oxford 1987)
Ada yang benci pada Ahok, tapi juga ada yang rindu. Paralel dengan Sokrates dulu, ada yang bencinya sampai ke ubun-ubun bahkan tega memfitnah sampai ia dihukum mati. Tapi ada juga yang menyayanginya, lalu menulis tentang ajarannya. Itu membuat nama Sokrates diingat publik dan dimuliakan sejarah.
Waktu historis itu memang produktif, ia akan mencari kebenarannya sendiri. Apa yang merupakan keutaman (virtues) akan terposisikan mulia. Sementara yang jahat (evil) akan tertoreh dalam catatan yang hitam kelam.
Dalam peristiwa kontemporer, kita pun mengamati para aktor yang sedang memainkan perannya masing-masing, juga konstelasinya. Mana yang genuine, dan mana yang imitasi.
Sejarah terus mencatatnya, dan semua akan terkuak pada saatnya.
16/04/2020
*Andreas Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa