Lagi pula, bansos kali ini selaian masyarakat miskin, juga ada pekerja informal dan formal yang di-PHK atau dirumahkan. Sebelumnya mereka ini khan tidak terdaftar dalam kategori miskin.
Fasilitas informasi yang ada di DKI sekarang ini cuma layanan call-center Dinas Sosial. Itu pun kabarnya susah dihubungi.
Padahal contoh soal untuk transparansi penerima bansos ini sudah ada. Dan sudah dipraktekan tetangga sebelah, oleh Pemkot Bekasi.
Sementara warga ibu kota masih harus melakukan pendaftaran secara manual, Pemkot Bekasi telah membangun sistem transparansi data penerima Bansos dengan membuat situs bansoscovid19.bekasikota.go.id.
Lewat sistem ini, seluruh warga Kota Bekasi bisa memasukkan NIK dan melacak sendiri apakah dirinya terdaftar sebagai penerima bansos atau tidak. Ini khan keren.
Dan jangan lupa, model pendaftaran manual seperti yang masih dilakukan oleh Pemprov DKI ini ditengarai memiliki akurasi rendah dan amat rentan diselewengkan.
Kabarnya sudah ada pula yang menghitung-hitung nilai paket bantuan yang sudah diterima. Dan katanya tidak sesuai tuh dengan arahan kepala negara. Ada selisih yang cukup lumayan. Duh!
Akibatnya muncul kecurigaan, dan kepercayaan pun terkikis. Tanpa kepercayaan mana ada dukungan publik?
Maka oleh karena itulah Fraksi PSI melalui William menegaskan, "Harusnya proses pengumpulan data tersebut dilakukan secara online sehingga dapat dipantau proses verifikasi dan validasi status mereka sebagai penerima Bansos. Semua harus dilakukan secara transparan agar masyarakat bisa tenang di rumah karena ada kejelasan akan status, dan proses pendataan Bansos."
Lagi pula, sebagai institusi negara atau institusi publik, bukankah pemerintah sudah semestinya mempertanggungjawabkan kinerjanya pada rakyat.
Secara formal dalam laporan pertanggungjawaban di hadapan parlemen (sebagai wakil rakyat). Dan secara operasional harian kepada rakyat secara langsung dalam bentuk keterbukaan informasi publik.