Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

E-Budgeting sebagai Suatu Dokumen Moral

6 Maret 2020   22:34 Diperbarui: 6 Maret 2020   22:28 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*E-Budgeting Sebagai Suatu Dokumen Moral*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Apa itu E-Budgeting? Dan bagaimana kita memahami E-Budgeting sebagai suatu dokumen moral?

Proses penganggaran (dalam hal ini kita bicara soal penganggaran pemerintah daerah) yang dilakukan secara elektronik. Penggunaan e-budgeting diharapkan mampu memberikan proteksi terhadap berbagai upaya penyimpangan dalam penganggaran.

Bagaimana bisa?

E-budgeting diharapkan dapat memperkecil penyimpangan. Ini lantaran e-budgeting mampu mencatat setiap perubahan dalam proses penganggaran. Siapa yang mengusulkan, siapa yang merubah, berapa besar perubahannya, kapan itu dilakukan, dan lainnya. Semua terekam, ada jejak digitalnya istilah jaman now.

Bagaimana keterbukaannya atau transparansinya dilakukan?

Melalui proses transparansi (keterbukaan) dan review (pengkajian) yang melibatkan masyarakat luas. Keterbukaan atau transparansinya dilakukan dengan cara elektronik pula. Di-upload (diunggah) ke laman (website) resmi pemda. Kapan? Sejak proses perancangan.

Sehingga masyarakat luas bisa bersama-sama mengawal anggaran yang diusulkan secar detail (rinci), artinya sampai ke harga satuan. Supaya setiap sen dari setiap mata anggaran itu bisa dipergunakan sebesar-besarnya demi prioritas program yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak.

Mungkinkah? Mungkin saja, syaratnya mesti ada political-will dari eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD). Kemauan politik, niat baik, ada motif yang mulia untuk terbuka, terus terang, dan tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan. Sederhana sebetulnya.

Apakah e-budgeting sudah diterapkan oleh pemerintah daerah? Sudah.

Sudah menggunakan sistem elektronik di kantor pemda untuk mengisi daftar isian proyek/program dan berapa jumlah rupiah yang dibutuhkan (dianggarkan) untuk itu. Secara online bisa diakses oleh kalangan internal pemda dan mungkin juga dengan pusat.

Pertanyaan berikutnya, apakah sudah transparan dan melibatkan masyarakat luas? Belum.

Lalu apakah akan transparan dan melibatkan masyarakat banyak nantinya? Mudah-mudahan, kita belum tahu, dan kita belum melihat gejala ke arah itu.

Yang dimaksud dengan proses transparan atau terbuka dan melibatkan masyarakat banyak dalam era teknologi informasi 4.0 sekarang ini adalah: mengunggah (upload) proses penganggaran sejak rancangan sampai finalnya di laman (website) resmi pemda.

Kemudian oleh karena itu, masyarakat bisa ikut me-review-nya. As simple as that. Sesederhana itu.

Ya, konsepnya sederhana saja. Tapi mengapa tidak ada pemda yang tuntas melakukan itu? Tidak ada yang tuntas melibatkan masyarakat banyak dalam proses penganggaran dengan cara mengunggah ke website resmi pemda secara lengkap dan rinci ke harga satuan?

Mengapa ya? Pertanyaan ini valid diajukan, karena teknologinya sudah ada tersedia, dan tidak mahal. Sehingga pertanyaan yang tersisa adalah, apakah masih ada political-will dari pemda dan legislatornya?

Pernah disampaikan oleh Jim Wallis dalam bukunya, "God's Politics: Why the Rights Get It Wrong, and the Left Doesn't Get It. A New Vision for Faith and Politics in America." Harper Coliins, NY, 2005. Hlm.241-242 :

"Budgets are moral documents. They clearly reveal the priorities of a family, a church, an organization, a city, or a nation. A budget shows what we most care about and how that compares to other things we care about. So when politicians present their budgets, they are really presenting their priorities. It is worth paying close attention."

Anggaran itu adalah suatu dokumen moral. Jelas diwarnai oleh akhlak penyusunnya, atau para penyusunnya. Bagaimana skala prioritas program disusun dan dianggarkan, itu mencerminkan kemana arah keberpihakannya. Oleh karenanya, sangat penting bagi kita semua untuk mencermatinya bersama-sama dengan amat sangat seksama.

Bagaimana dengan anggaran di daerah kita masing-masing? Sudahkah transparan, artinya terbuka dan melibatkan masyarakat luas serta diunggah dengan rinci ke laman resmi pemda?

Anggaran ini adalah suatu dokumen moral yang mencerminkan akhlak para peyusunnya, dan tentu saja para penggunanya.

Di jaman teknologi informasi 4.0 seperti sekarang ini, kita mau bilang bahwa E-Budgeting adalah suatu dokumen moral juga. Karena itu, mari terbuka dan transparan. Libatkan masyarakat luas dengan memberi akses seluasnya lewat laman resmi.

Apalagi sudah ada amanat undang-undang tentang keterbukaan informasi kepada publik.

Unggah (upload) saja. Tak ada yang perlu ditutup-tutupi bukan?

05/03/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun