Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Siapa yang Telah Mencuri Tenda Kita?

29 Januari 2020   01:30 Diperbarui: 29 Januari 2020   09:40 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Siapa Yang Telah Mencuri Tenda Kita?*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Anda pernah dengar humor ini: suatu kali detektif Sherlock Holmes dan sobatnya Dr. Watson (ilmuwan) pergi camping ke gunung. Mereka tidur di dalam tenda. Tengah malam, detektif Holmes terbangun lalu menyenggol Dr.Watson supaya bangun juga.

"Hei Watson," ujarnya, "...lihat ke arah langit di atas, dan beri tahu aku apa yang kau lihat dan pahami?"

"Oh, aku melihat jutaan bintang, sobat Holmes," jawab Watson.

"Dan, apa yang kau simpulkan dari pengamatan itu Watson?" lanjut Holmes.

Maka Dr. Watson pun merenung sejenak dan akhirnya menjawab, "Well, secara astronomis artinya ada jutaan galaksi dan potensinya ada milyaran planet. Kalau secara astrologis, aku melihat bahwa Saturnus ada di dalam Leo. Secara Horologis, aku mendeduksikan bahwa waktu telah menunjukan jam 3 lewat 15 menit pagi hari. Secara meteorologis, aku meramalkan bahwa esok adalah hari yang cerah. Secara teologis, aku melihat bahwa Tuhan maha kuasa dan kita adalah makhluk kecil tak berarti."

Dr.Watson mengambil napas kemudian balik bertanya, "Lalu...eh, buat kau sendiri sobat Holmes, apa yang kau lihat dan pahami?"

Dengan singkat detektif Holmes menukas, "Watson, kamu bodoh betul! Artinya adalah, seseorang telah mencuri tenda kita!"

Siaran Pers Departemen Komunikasi Bank Indonesia pertengahan Januari 2020 yang baru lalu merilis berita bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia per Desember 2019 menurun.

Neraca perdagangan Indonesia pada Desember 2019 mencatat defisit 0,03 miliar dolar AS, menurun signifikan dibandingkan dengan defisit pada bulan sebelumnya sebesar 1,39 miliar dolar AS.

Perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh surplus neraca perdagangan nonmigas akibat penurunan impor nonmigas untuk seluruh jenis barang dan disertai oleh kinerja ekspor nonmigas yang membaik.

Sementara itu, defisit neraca perdagangan migas menurun ditopang oleh peningkatan ekspor migas di tengah kinerja impor migas yang stabil.

Dengan perkembangan tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada tahun 2019 mencatat defisit sebesar 3,20 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan dengan defisit pada tahun sebelumnya sebesar 8,70 miliar dolar AS.

Kondisi tersebut ditopang oleh penurunan kinerja impor didukung oleh kebijakan substitusi impor di tengah kinerja ekspor yang belum kuat seiring dengan perlambatan ekonomi global dan turunnya harga komoditas.

Bank Indonesia memandang perkembangan neraca perdagangan pada Desember 2019 dan keseluruhan tahun 2019 positif dalam memperkuat ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.

Sewaktu tembok Berlin runtuh (9 November 1989), terbongkarlah tembok pembatas perbedaan ideologis blok Barat (dengan perangkat militer NATO) dengan blok Timur (Pakta Warsawa).

Namun, sewaktu Netscape go-public (9 Agustus 1995) menandai mulainya revolusi arus informasi (via internet). Sejak itu nampaknya pelbagai sekat penghambat arus informasi-barang-uang-orang dijebol dan peredarannya semakin hari semakin lancar-bebas.

Globalisasi, dari salah satu perspektifnya, memang bisa juga dilihat dari sisi gerak atau arus-informasi (yang semakin tumpah ruah), arus-barang yang telah terkontainerisasi dan masuk jalur logistik (supply-chain) dunia (lewat laut, darat dan udara).

Lalu, arus-uang yang telah terdigitalisasi sehingga 'the blinking-money' ini bisa merembes ke mana saja dan kapan saja tapi tidak oleh siapa saja. Akhirnya, arus-orang yang terus bergerak (dalam rangka wisata, business-travel atau migrasi ke negara lain yang lebih menjanjikan).

Buat kita, tatkala pengelola arus informasi, misalnya Indosat beserta anak-anak perusahaannya, diambil alih pihak asing, lalu jalur-jalur logistik dan rantai-pasok barang semakin dikuasai perusahaan pelayaran, penerbangan, logistik asing, artinya arus-informasi dan arus-barang kita telah terbuka dan dioperasikan oleh entitas asing.

Sekarang arus-uang. Dunia perbankan kita, dengan fungsi intermediasinya, sebagian (besar?) juga telah dilakukan oleh pihak asing. Penetrasi bank-bank asing ini luar biasa cerdiknya.

Dulu Citibank pernah menggandeng kerjasama dengan PT Pos Indonesia. Dengan aliansi strategis ini maka Citibank bakal punya akses usaha eceran perbankan lewat 4000an cabangnya di seluruh Indonesia. Sekarang sistem GoPay dari Gojek misalnya juga telah sangat memudahkan transaksi uang digital dimana saja dan kapan saja.

Tentang arus-orang, fenomena yang perlu direnungkan adalah, baik di tataran TKW/TKI maupun di level eksekutif-profesional (ekspatriat) kita rada kedodoran bersaing dengan Filipina dan India. Konon katanya lantaran kompetensi komunikasi (termasuk berdebat) dalam bahasa Inggris.

Film The Great Debaters yang dibintangi Denzel Washington bercerita tentang tim debat sebuah college kecil yang akhirnya menang kompetisi debat melawan team Universitas Harvard yang legendaris.

Yang menarik adalah, kita melihat bahwa kebiasaan berdebat, beradu argumentasi yang sehat adalah kebiasaan yang mencerdaskan. Orang di latih untuk sportif, waspada, berpikir logis-runtut, bisa mengambil jarak ontologis, dan terbiasa mempertanggungjawabkan pengetahuannya secara epistemik.

"How do you know that you know the stuff you think you know? Take away the option of answering, "I just do!" and what's left is epistemology." -- Thomas Cathcart & Daniel Klein.

Disiplin epistemik ini imperatif bagi para pengambil keputusan di organisasi pelat merah maupun partikelir.

Prestasi tutup tahun lalu dengan menurunnya defisit neraca perdagangan telah memberi sinyal positif. Sebagai warga pasar global, Indonesia memang tidak bisa steril dari interaksi perdagangan dunia yang semakin intens. Dinamika pergerakannya (arus barang-uang-informasi-orang) semakin tak mengenal batas (borderless).

Paling tidak realitas global yang pekat dengan jalinan interaksi, saling menyiasati, dan saling berkoordinasi dalam ekosistem kemajemukan global menuntut kesiagaan segenap komponen bangsa untuk sigap dan siap tempur.

Sigap dan siap siaga tak lain adalah berkaitan dengan kompetensi manusia (warga negara)nya yang mumpuni, dan sistem ekonomi, politik dan hukum yang kondusif. Artinya ekonomi yang efisien di dalam sistem politik demokratis yang bersih dan bebas rente, serta dilindungi kepastian hukum yang adil.

Di sini kita sangat menyadari bahwa program Omnibus --Law yang berupaya untuk membereskan sengkarut dalam sistem hukum, regulasi (undang-undang) yang banyak menjerat diri kita sendiri ini perlu disegerakan realisasinya. Implikasinya sangat luas dan pasti dampaknya signifikan pada tatanan ekonomi dan politik ke depan.

Konstelasi pasar global bisa amat sangat menuntut (demanding). Dan ini mensyaratkan kesiapan kita di segala sektor. Utamanya aspek manusia dan habitat sosialnya (sistem politik, ekonomi dan hukum).

Kesadaran dan kekompakan segenap komponen bangsa sangat dibutuhkan. Jangan sampai kita berlarut-larut dalam konflik internal yang konyol, sehingga kita bisa terlambat sadar, bahwa ternyata tenda kita sudah dicuri orang.

29/01/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen *Kawal Indonesia* - Komunitas Anak Bangsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun