Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gerakan Akal Sehat Melawan Mobokrasi-Kleptokrasi

22 Januari 2020   02:41 Diperbarui: 22 Januari 2020   02:46 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andre Vincent Wenas

Yang jelas sekarang Monas gundul. Dan herannya lokasi kontroversi kali ini terjadinya tepat di depan hidung istana, simbol kekuasaan tertinggi di republik ini. Semiotika apa yang sedang dimainkan, nampaknya tak terlalu sulit untuk dicerna akal sehat.

Lalu berbagai silang pendapat dan spekulasi pun meramaikan ruang publik (public-sphere, forum publicum). Media massa, media sosial, ruang diskusi di kedai kopi intens dengan topik minggu ini: soal ketololan, kebodohan, kelalaian (yang disengaja?), kekonyolan yang bertubi-tubi, sampai tuduhan kegilaan akibat ulah administrator kota Jakarta itu sendiri.

Isu anggaran (lem aibon, bolpen, komputer, formula-e, dll), isu trotoar dengan pedagang kaki lima, isu banjir dan anggaran penanggulangan banjir yang dipotong belum juga tuntas dan jelas bagi publik bagaimana ujungnya. Sekarang ada isu Monas lagi yang membuat orang geleng-geleng kepala sambil mengelus dada.

Geleng-geleng kepala lantaran ulah sang administrator kota yang tidak bisa dicerna akal sehat, dan mengelus dada gara-gara batas kesabaran pun sudah habis diserobot. Ternyata bukan cuma acara baksos Lyon's Club yang lagi bagi-bagi telur bagi korban banjir yang diserobot. Kesabaran rakyat pun diserobot sampai habis.

Narasi besar yang sedang dibangun adalah narasi kebingungan. Serba sumir, serba kontroversi, tak penting soal benar atau salah, yang penting ramai, berisik. Kehebohan yang konyol dan memekakkan telinga. Sampai-sampai nalar waras dimatikan lewat frekwensi kebohongan berdesibel tinggi.

Memang tidak akan pernah bisa meyakinkan akal sehat, karena permainannya adalah soal intensitas kebingungan. Lupakan akal sehat. Lupakan kewarasan. If you can not convince people, just confuse them. Kalau tidak bisa meyakinkan orang lain, bikin orang lain itu tidak yakin dengan dirinya sendiri. Jadikan mereka linglung bin bingung.

 Cukup mainkan kata-kata, putar balik fakta, kasih bumbu agama dan nasehat berbau religius, dan semprotkan terus menerus. Itulah formulanya, Formula E-dan. Soal masuk akal itu tidak penting, yang penting hasilnya nanti bisa masuk kantong.

Mobokrasi-Kleptokrasi di ibu kota memang sudah keterlaluan. Adminstrasi kota dijalankan dengan paradigma premanisme dimana mafia adalah mitra kerja sekaligus instrumen pelindungnya. 

Semua argumentasi otak diperhadapkan dengan kedunguan otot. Karena memang motto tukang pukul adalah maju tak gentar membela yang bayar. Ada nasi bungkus, siapa pun kita ringkus.

Jadi bagaimana menghadapi mobokrasi seperti ini?

Kita yang percaya dengan sistem demokrasi mesti cerdas menyikapi situasi pembodohan publik yang sedang dilakukan oleh suatu rejim mobokrasi-kleptokrasi (pemerintahan bergaya preman-pencoleng).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun