Momentum Wakaf uang
Di antara bentuk filantropi wakaf saat ini yang digadang sangat efektif untuk dapat membantu perekonomian umat adalah wakaf aset bergerak (movable assets) berupa uang (Wakaf Tunai). Wakaf uang, sebagaimana dirumuskan dalam fatwa MUI, diartikan sebagai salah satu bentuk kegiatan perwakafan, yang dilakukan oleh seorang, kelompok orang, organisasi, lembaga, atau badan hukum yang mana yang menjadi objek wakafnya adalah uang tunai.
Praktik filantropi ini sudah lama dijalankan di berbagai negara seperti Malaysia, Bangladesh, Mesir, Kuwait, dan negara-negara Islam kawasan Timur Tengah lainnya. Indonesia sendiri, dukungan terhadap penerapan praktik wakaf uang baru diberikan oleh MUI melalui fatwa tertanggal 11 Mei 2002.
Pertimbangan yang digunakan dalam penggalakan konsep wakaf uang ini dilatari atas hal positif yang terdapat pada sifat uang itu sendiri antara lain pertama memiliki tingkat likuiditas tinggi, kedua, Mudah dilakukan oleh siapapun tanpa harus menunggu kaya dan menjadi tuan tanah terlebih dahulu. ketiga, Dengan wakaf uang, asset-aset wakaf berupa tanah-tanah kosong bisa dimanfaatkan dengan pengoptimalisasian daya guna produktif. Keempat, Membuka peluang kemandirian dalam hal pendidikan tanpa harus bergantung pada anggara negara. dll.
Wakaf uang penting sekali untuk dikembangkan di Indonesia di saat perekonomian kian memburuk. Kesuksesan pelaksanaan wakaf uang yang dilakukan di negara-negara lain, utamanya Bangladesh dengan SIBL yang dipelopori oleh Prof. A. Mannan, sudah cukup untuk membuktikan efektifitas praktik ini sebagai salah satu filantropi yang dianggap mampu menyokong perekonomian negara.
Asumsi tersebut ditunjang dengan hasil kalkulasi yang dilakukan oleh Mustafa E. Nasution, memanfaatkan besarnya jumlah muslim di Indonesia yang berkisar 10 juta jiwa. Potensi yang bisa diraih melaui wakaf uang ini sebesar 3 triliun pertahun. Dengan variable dana yang dikeluarkan hanya berkisar lima ribu-hingga seratus ribu rupiah perbulan. Sangat terjangkau bagi kalangan wajib hingga non-wajib zakat. Mudah dan praktis. Siapapun bisa melakukannya, tanpa harus dipusingkan haul dan nishab seperti yang terdapat pada zakat.
Profit dari hasil pola pendayagunaan produktif asset wakaf uang pun bisa di distribusikan kepada khalayak umum tanpa harus takut menyalahi ketentuan syariah. Karena pola distribusi wakaf cakupannya lebih luas dan tidak terbatas pada golongan tertentu sebagaimana zakat, kecuali jika sasaran pruntukkan wakaf telah diperjanjikan/ditentukan oleh pewakaf di awal ikrar.
Begitupula dengan prinsip “keabadian” pada karakteristik wakaf yang selama ini diperselisihkan keabsahannya oleh sebagian kalangan dalam memandang keabsahan wakaf uang, kini juga sudah diberikan solusinya oleh pemerintah melalui UU No.41 pasal 43 ayat (3), yang menegaskan pentingnya penjaminan asset wakaf yang didayagunakan secara produktif melalui Lembaga Penjamin Syariah. Sehingga kini pewakaf tidak perlu kuatir lagi jika terdapat kegagalan dalam pendayagunaan asset wakaf secara produktif, dapat menghilangkan unsur keabadian yang terdapat pada uang.