Mohon tunggu...
Politik Artikel Utama

Kritik Kinerja 6 Bulan Jokowi

15 April 2015   21:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Nawacita, bukan sekedar Cita-cita

Yang Mengecewakan:

Pemerintah masih gagal menangani perekonomian Indonesia. Ekonomi kita masih didominasi modal asing dan ditopang utang luar negeri yang besar, serta daya beli masyarakat yang rendah. Selain itu,  pemerintah gagal memahami atau menjalankan strategi dan stabilitas ekonomi. Serta, pemerintah gagal memperbaiki ekonomi masyarakat bawah.

Rencana pemerintah terlalu bombastis,  fiskal dan penerimaan pajaknya tidak berkaca pada perkembangan ekonomi yang terjadi. Pemerintah juga gagal memimpin lembaga pemerintahan dan lembaga negara. Pengawasan berada di Otoritas Jasa Keuangan, lalu lintas keuangan dipegang BI.

Ditambah lagi, kegagalan pemerintah menjaga stabilitas politik dimana ada benturan parpol yang ikut memperkeruh suasana.Sehingga tidak ada sandaran untuk orang yang berinvestasi di Indonesia.


Sementara, terkait nilai mata uang rupiah yang melemah,
Pertama karena seluruh mata uang melemah terhadap dolar, karena kondisi ekonomi Amerika yang bagus sekali. Jadi,  kalau ada mata uang yang menguat, tentu ada mata uang yang melemah, komparatif. Namun ada sisi positifnya,  melemahnya nilai rupiah ini akan membuat investor asing berinvestasi di Indonesia

Berbagai Kebijakan Batal. Beberapa kebijakan dibatalkan, diantaranya kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Jalan Tol, kebijakan Pajak Bunga Deposito, dan beberapa kebijakan lain yang dibatalkan. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan pemerintah ini buruk. Tidak ada perencanaan matang, tidak ada koordinasi.

Dari beberapa kali pembatalan, saya sebagai rakyat Indonesia berharap pemerintah memiliki perencanaan yang baik dan hati-hati. Karena, jika pemerintah tidak konsisten dalam menyusun dan mengesahkan kebijakan, dikhawatirkan akan menimbulkan sentimen yang buruk bagi pasar dan investor.

Secara tidak langsung, ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak cakap mengelola pemerintahan.. Apalagi orang luar melihat, kalau pemerintahan ini tidak cakap,berarti resiko tinggi untuk mengelola ekonomi dan mencapai stabilitas. Hal ini akan membuat investor ragu untuk berinvestasi.

Selain eksekutif dalam hal ini Presiden Joko Widodo, ada koordinasi antar kementerian/lembaga dalam menyusun perencanaan. Kebijakan yang diambil semestinya berdasarkan kalkulasi matang. Pasalnya, stabilitas ekonomi dan konsistensi kebijakan inilah yang menjadi tolok ukur pasar dan investor.

Semoga dengan adanya peristiwa pembatalan Peraturan Presiden Nomor 39 tahun 2015 tentang Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan, pemerintah dapat bekerja lebih baik lagi.

Mengenai masalah penegakan hukum, Pemerintahan Jokowi-JK memiliki tugas yang berat. Pasalnya, ketetapan hukum yang ada belum menimbulkan rasa keadilan di masyarakat. Hukum masih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Terdapat beberapa kasus, diantaranya KPK vs Polri, Nenek Asyinah, dan lain lainnya. Ketegasan Pemerintah dalam konteks penegakan hukum sangat diperlukan. Apabila kemudian hal seperti itu dibiarkan berlarut-larut, maka Pemerintah baru ini tidak menciptakan dampak kemajuan dalam hal penegakan hukum ini

Reformasi birokrasi belum terjadi, masih sama saja. Pemilihan Jaksa Agung dan Kapolri yang paling mencolok. Mereka yang ditunjuk untuk menduduki jabatan itu memiliki track record buruk. Bahkan, di era Jokowi, KPK bukan lagi “dewa”. Ini masih menjadi PR bagi pemerintahan.

Pak Jokowi “terbelenggu” oleh partai politik, baik pendukungnya maupun oposisi. Pernyataan dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri pada Kongres IV PDIP memperjelas kondisi bahwa Jokowi dan PDIP sedang tidak harmonis. Di sini kekecewaan terbesar saya adalah Megawati menyebut Jokowi merupakan petugas partai. Mengutip dari perkataan Manuel Quelzon, “My loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins”. Hal ini mempengaruhi koordinasi antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Yang Melegakan:

Pengurangan subsidi BBM untuk infrastruktur. Kenaikan BBM akibat pengurangan subsidi sudah langkah yang tepat. Jika Jokowi hanya peduli dengan citranya, beliau tidak akan menaikkan harga BBM di awal masa kepresidenan. Namun, tetap dilakukan karena Indonesia membutuhkan margin pengurangan subsidi untuk infrastruktur yang akan meringankan beban rakyat kecil.

Ketegasan Menteri Susi memerangi penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) dengan menenggelamkan kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia

Menteri Pendidikan Tingkat Dasar dan Menegah, Anies Baswedan yang merubah kebijakan kurikulum dengan membatalkan kurikulum 2013 serta kebijakan ujian nasional. Ujian nasional kini bukan penentu kelulusan siswa. Selain itu juga mulai diadakannya Ujian Nasional Computer Based Test atau Berbasis computer. Ujian Nasional mengalami peningkatan karena tingkat stress siswa berkurang dan meminimalisir kesalahan.  Jika menggunakan lembar jawab computer, siswa mengisi jawaban dengan cara menghitamkan huruf menggunakan pensil 2b. Cara tersebut memakan waktu dan kadang tidak akurat atau tidak terbaca oleh komputer.

Saya sebenarnya senang dengan kondisi sekarang. Kalau pemerintahan Jokowi adem ayem, maka pasti ada yang salah. Gejolak di pemerintahan Jokowi merupakan pertanda bahwa beliau sedang mendobrak kondisi yang ada.Saat ini presiden masih harus menghadapi para predator politis yaitu aparat birokrasi, peradilan, kepolisian, partai politik dan parlemen, serta dunia bisnis, yang masih sarat praktek KKN.

Kita mesti menjaga dan mengawal Jokowi agar tidak benar-benar jatuh dalam pekatnya dinamika dan praktek kekuasaan yang saat ini berlangsung. Caranya? Ya, dengan kritik yang membangun dan berdampak positif. Sehingga pada akhirnya, Jokowi dengan nawacitanya akan menjadi nyata, bukan sekedar cita-cita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun