Mohon tunggu...
R. ANDRY DANOESUBROTO
R. ANDRY DANOESUBROTO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Antivirus Analyts

Tinggal di Lampung, CEO sebuah perusahaan Internasional Freight Forwading

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ribuan Satelit Mengorbit, namun Tidak Dapat Mendeteksi Bencana Termasuk Tsunami

31 Desember 2018   08:15 Diperbarui: 31 Desember 2018   08:47 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana alam adalah kehendak sang pencipta. Namun setidaknya manusia diberikan akal dan pikiran untuk mengatasi semua masalah.

Menurut catatan yang penulis kutip dari Union of Concern Scientists yang mulai melakukan penelitian terhadap  satelit yang beroperasi di luar angkasa pada 2013.  Dalam laporannya mencatat terdapat 1.046 satelit buatan manusia bumi yang mengorbit ke bumi kita . Angka itu terus bertambah menjadi 1.738 satelit pada 2017.

Angka tersebut sangat fantastis, dalam pikiran sederhana kita, dapat dibayangkan benda-benda tersebut semua mengapung diangkasa,mengitari bumi kita, memata-matai setiap gerakan kita,melihat kita siang malam dan mengetahui keberadaan apapun dibumi ini.

Walau begitu, ironis dari ribuan satelit tersebut tidak ada satu satelitpun yang mampu dan dibuat untuk mendeteksi bencana, seperti gempa, gunung meletus, dan juga tsunami.

Berikut adalah data yang masih penulis kutip dari UCS - Union of Concern Scientist, mengenai jenis dan kegunaan ribuan satelit tersebut di luar angkasa kita.

Sekitar 768 unit atau lebih kurang 44% satelit yang mengorbit di angkasa digunakan untuk tujuan komersial atau bisnis. Untuk tujuan komersial ini, contohnya adalah digunakan untuk disewakan transpondernya untuk komunikasi,siaran televisi dan lainnya.

Kedua adalah satelit tersebut banyak dipergunakan untuk kepentingan pemerintah, yakni mencapai angka 337 unit satelit. 

263 satelit diperuntukan bagi kepentingan militer negara-negara yang meluncurkannya. Seperti Amerika Serikat, Rusia ataupun Cina.

Dan sisa nya adalah, satelit yang dipergunakan untuk kepentingan sipil dan juga multifungsi.

Seperti kita ketahui, misal untuk mendeteksi adanya badai, hujan, kemarau dan sejenisnya semua dipantau oleh satelit. Satelit mengirimkan gambar-gambar dan visual lainnya, lalu para ahli yang akan menerjemahkan serta menganalisa bentuk-bentuk citra satelit tersebut. Sehingga didapat informasi apa yang akan terjadi.

Begitupun dengan media lainnya yang menggunakan bantuan satelit sebagai media penginderaan. Bahkan saat ini dalam kehidupan sehari-hari kitapun menggunakan satelit sebagai alat bantu kita. Penggunaan GPS, nyaris hampir setiap saat kita perlukan. GPS ini dan peta lokasi yang kita gunakan sepenuhnya sangat tergantung dari keberadaan dan citra satelit. Itu sebabnya kenapa, sering posisi-posisi keberadaan lokasi atau tempat tidaklah akurat 100%.

Tentu ada banyak satelit-satelit yang berfungsi sebagai satelit navigasi, dan akurat serta fungsionalitasnya pasti tidak sama, masing-masing satelit mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri.

Begitu juga dengan satelit cuaca, satelit yang difungsikan sebagai peramal cuaca ini, sangat banyak jumlahnya diangkasa luar kita. Ada berbagai nama satelit yang difungsikan sebagai dukun peramal cuaca. 

Lalu satelit komunikasi, ada ratusan bahkan ribuan jumlahnya yang mengitari bumi kita ini, guna menyampaikan pesan antar manusia. Menghubungkan antar benua satu dengan benua lainnya, menyambungkan mereka didaerah terpelosok dengan ibukota. 

Dan masih banyak jenis-jenis satelit lainya yang dilihat berdasarkan atas kegunaan, fungsinya dan juga kepemilikan serta peranannya.

Namun amat disayangkan dari ribuan satelit yang melayang diangkasa luar tersebut, tidak ada satu satelit yang mampu mencitrakan ataupun memprediksi adanya bencana alam. 

Tidak ada satelit yang mendeteksi adanya ancaman letusan gunung berapi, tidak ada satelit yang mampu melihat apakah akan terjadi gempa atau tidak, termasuk deteksi dini akan adanya Tsunami yang paling ditakuti oleh kita semua.

Alat-alat detektor, atau pendeteksi Tsunami yang ada saat ini, dipasang mengapung di tengah laut, lalu apa bila terjadi suatu gerakan atau kejadian diluar kebiasaan alam terjadi, alat tersebut akan mengirimkan sinyal transmisi ke satelit, lalu satelit mengirimkan kembali sinyal yang diterimanya ke sistem penerima yang ada dibumi, sistem penerima satelit dibumi lalu memproses dan menganalisa, kemudian baru sinyal tersebut diteruskan ke sistem alarm yang telah terpasang sebelumnya. Baru kemudian kita mendapatkan info akan adanya bencana Tsunami ataupun mendengar sirene peringatan Tsunami.

Tentu sistem deteksi seperti diatas terlihat sangat bertele-tele dan sudah pasti memakan biaya yang tidak sedikit. Karena sudah jelas diperlukan berapa banyak alat pendeteksi Tsunami. Bila kita misalkan  di selat sunda saja, ada berapa alat yang harus di pasang, bagaimana dengan daerah-daerah pantai lain yang tentu sangat membutuhkan alat tersebut juga, belum lagi alat pendeteksi gempa tektonik, lalu pe deteksi gempa vulkanik, kemudian alat pendeteksi lainnya untuk keperluan lain pula.

Sudah dapat dibayangkan, betapa sulit, kompleks dan rumitnya hal tersebut diatas. Belum lagi kita menambahkan dengan hal-hal diluar konteks kebencanaan, seperti unsur birokrat kita, proses administrasi, dan budaya korup kita. 

BPPT pernah membuat hitungan biaya. Untuk memasang empat unit alat detektor tsunami diperlukan dana kurang lebih 20 miliar rupiah. Itu belum termasuk biaya pemasangan yang berkisar kurang lebih 10 miliar rupiah. Total anggaran yang perlu disiapkan pemerintah adalah Rp30 miliar per empat unit buoy. Belum termasuk pula biaya perawatan alat yang terbenam dan mengapung tersebut.

Melihat hal tersebut, adalah lebih canggih dan sederhana serta memangkas biaya, bila detektor yang digunakan adalah satelit. Namun, hingga saat ini belum ada yang mampu atau yang mau untuk melakukan terobosan dibidang kebencanaan. Nyaris semua teknologi yang berkembang saat ini sifat komersial dan bisnis nya yang lebih berperan dan utama.

Beberapa pendapat ahli juga pernah diungkapkan, yang intinya adalah, sehebat apapun peralatan, secanggih apapun teknologi,sepintar apapun manusia, tidak ada yang mampu mengalahkan si pencipta dan yang berkehendak, sang pencipta alam semesta.

Jangan menyalahkan alat, jangan pula menyalahkan alam, apa lagi menyalahkan sesama manusia, karena apapun itu kata bencana tidak akan mampu kita tolak, tidak ada yang mampu menolak bencana, apalagi menangkal sang bencana. Semua sudah kehendak sang pencipta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun