Mohon tunggu...
R. ANDRY DANOESUBROTO
R. ANDRY DANOESUBROTO Mohon Tunggu... Wiraswasta - Antivirus Analyts

Tinggal di Lampung, CEO sebuah perusahaan Internasional Freight Forwading

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jika Terjadi Kerusuhan Besar Siapa yang Bertanggung Jawab

16 Juli 2014   17:27 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:10 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah tulisan yang sudah tertulis mendekati kebenaran, betapa tidak setelah pemilihan presiden, masyarakat menjadi binggung, mengapa semua calon menjadi menang tidak ada yang kalah.

Dalam sebuah tulisan yang berjudul http://sejarah.kompasiana.com/2014/06/02/ramalan-joyoboyo-trah-sunan-giri-dan-calon-presiden-661887.html

Penulis telah memberikan sebuah ilusi sederhana, bagaimana keadaan negara ini setelah pilpres 2014. Berdasarkan atas rangkuman-rangkuman para ahli ramal terdahulu, disimpulkan bahwa pilpres 2014 inilah awal dari petaka yang kemungkinan akan timbul di tanah air kita. (semoga tidak dan jangan terjadi).

Kita ketahui, carut marutnya siapa mendapatkan suara terbanyak menjadi kehebohan tersendiri. Semua pasangan mengatakan bahwa merekalah yang mendapatkan suara terbanyak sehingga menjadi pemenang dalam hitung cepat atau quick count.

Namun menjadi masalah besar adalah ketika para counter/penghitung tersebut menyajikan data yang berbeda-beda ditambah lagi disiarkan secara langsung oleh televisi yang mendukung pasangan masing-masing.

Maka terjadilah tanda tanya besar, bagi masyarakat bahkan seluruh rakyat tanah air, atau mungkin juga dunia yang menikmati kejadian ini.

Walaupun pernyataan kedua pihak menyatakan menenangkan dan siap untuk menang ataupun kalah keseluruh timses dan para simpatisan mereka, namun kenyataan dilapangan bertolak belakang.

Seluruh tim pasangan calon seperti perang gerilya di hutan belantara, telinga, mata, mulut, tangan dan ditambah peralatan elektronik lainnya tersedia untuk menghancurkan apapun yang menjadi halangan buat kesuksesan paangan mereka.

Perbedaan hasil perhitungan sementara jelas merupakan suatu hal yang besar dan tidak main-main, karena apapun hasilnya nanti di KPU, akan tetap menyakitkan hati pasangan yang kalah.

Hal inilah yang menjadi cikal bakal munculnya gesekan antara kedua kubu, yang tentu saja tidak main-main, karena kita rakyat Indonesia mau tidak mau suka atau tidak suka juga telah terbelah dalam dua kelompok besar.

Tentu dalam pandangan para simpatisan dan pendukung fanatik, masalah kecil akan menjadi besar, apalagi masalah sebesar ini yakni "kekalahan"-"kegagalan". Disini campur tangan sang pencipta akan dipandang sebelah mata, ketidakpercayaan terhadap takdir dan nasib akan berujung kepada tindakan anarkis.

Kesalahan memang sudah semenjak awal, mengapa kandidat hanya dua orang, yang jelas akan menimbulkan terpecahnya rakyat dan bangsa ini menjadi dua golongan besar.

Cara dan sistem kampanye, sudah terkesan luar biasa corang morengnya, bahkan nyaris stasiun-stasiun penyiaran yang dimiliki ataupun mendukung para capres, secara terang-terangan berkampanye tidak mengenal waktu, termasuk media-media main stream lainnya, juga tidak ketinggalan.

Lalu lembaga-lembaga survey dan bukan lembaga survey dijinkan untuk melakukan survey quick count, padahal kredibilitas, akuntabilitas, akreditas hingga dasar hukumnya tidak jelas.

Contoh saja, seperti lembaga penyiaran publik RRI, sudah jelas bukan lembaga survey undang-undang penyiaran sudah mengatur jelas dan tegas fungsi dan tugas RRI, namun tetap diijinkan untuk melakukan kegiatan hitung cepat.

Jadi, ketika semua pasangan merasa benar, merasa menang apabila keputusan yang diambil oleh KPU menjadikan salah satu pasangan kalah, mau tidak mau, suka tidak suka, sakit hati dan rasa permusuhan pasti akan timbul.

Sudah dapat dibayangkan, bibit-bibit permusuhan yang sedari awal hingga akhirnya mencapai klimaksnya dengan pengumunan pemenang, ditambah dukungan dari para mantan-mantan militer, dapat dibayangkan apa yang akan terjadi.

Dengan demikian nyaris ramalan mengenai perpecahan dinegeri ini segera mendekati kenyataannya.
Lalu pertanyaannya siapa yang paling bertanggung jawab terhadap hal ini.?

Jika kita berbicara mengenai asal muasal terjadinya malapetaka di dalam pilpres, jelas yang bertanggung jawab adalah KPU, jelas mereka yang mempunyai fungsi dan tugas sebagai penyelenggara, dan menjadikan carut-marutnya ataupun kesuksesan hasilnya.

Memang seharusnya KPU harus dibuat sebagai lembaga profesional bukan berada dibawah dan dikendalikan oleh aparatur negara.

Setiap keputusan yang diambil oleh penyelenggara pemilu seharusnya dan mutlak sudah harus dipikirkan dampak serta kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.

Bila lembaga besar seperti KPU tidak sanggup memprediksi dan menganalisa setiap keputusan yang akan dan telah diambil, kita harus berpikir ulang, mereka yang duduk dan semua perangkat yang ada di Komisi tersebut, harus di Restart atau bahkan di Re-Install.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun