Jadi begini, Omnibus Law itu kalau masih berupa usulan, gagasan atau rancangan disebut dengan Omnibus Bill (bukan Omnibus Law), kalau sudah disahkan oleh otoritas yang berwenang disebut dengan Omnibus Act (sekali lagi bukan Omnibus Law).
Istilah Omnibus Law digunakan hanya untuk menunjukan sifat atau bentuk dari suatu peraturan tersebut. Itupun secara kaidah bahasa hanya dapat digunakan oleh negara yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa resminya karena dalam istilah tersebut terdapat satu istilah asing (latin) yang disandingkan dengan bahasa resmi (Inggris).
Sedangkan bagi negara yang tidak berbahasa Inggris sebagai bahasa resminya seperti Indonesia, istilah Omnibus Law mengandung dua bahasa asing yang berbeda dalam satu istilah (Latin dan Inggris), dan dalam kaidah bahasa itu buruk dan memalukan.
Kalau kita tetap memilih menggunakan istilah asing maka kita harus memilih hanya satu bahasa asing dalam satu istilah (bukan dua seperti sekarang), karena bahasa Inggris pun tidak memiliki padanan kata serupa, maka pilihan kita adalah menggunakan istilah Latin atau Latin + Indonesia. Kita bisa menggunakan istilah "Lex Omnibus" untuk Latin murni atau "Hukum Omnibus" untuk Latin + Indonesia.
Istilah Omnibus Law berasal dari kata "omnibus" dalam bahasa Latin yang berarti semua, keseluruhan atau segalanya, sedangkan kata "law" berasal dari bahasa Inggris yang secara etimologis berasal dari kata "lex" dalam bahasa Latin yang berarti kaidah. Jadi seyogyanya, istilah yang sepatutnya digunakan adalah "Lex Omnibus" untuk sebuah istilah yang secara umum kemudian diartikan sebagai "kaidah untuk segalanya".
Pada kenyataannya, sebagai sebuah kaidah Omnibus Law ini memiliki batasan-batasan. Pengartian "untuk segalanya" tidak benar-benar diartikan sebagai untuk segalanya karena dibatasi pada isu-isu, kategori-kategori atau bidang-bidang tertentu. Hal ini membuat pengartian kata "omnibus" tidak benar-benar omnibus.
Penggunaan istilah Omnibus Law atau Lex Omnibus atau Hukum Omnibus itupun tidak dapat berdiri telanjang tanpa disertai keterangan objek. Jadi tidak bisa Omnibus Law titik (.) tetapi harus disertai keterangan Omnibus Law tentang apa, apa adalah keterangan objek yang diatur.
Contoh: Omnibus Law in Criminal atau Hukum Omnibus tentang Pidana.
Jadi harus ada keterangan objek dibelakangnya untuk menunjukan ini hukum omnibus tentang apa karena tidak ada hukum yang benar-benar omnibus, atau benar-benar mengatur segala hal tanpa kecuali.
Andreas M D Ratuanak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H