Malam ini pria yang datang bersamanya dan sedang duduk disebelahnya sibuk ngobrol seru sambil sesekali tertawa riang dan menenggak Single Malt Scotch favorit nya; Macallan. Dari tempat Lyra duduk, ia baru mengerti apa yang sesungguhnya dirasakannya bila sedang bersama dengan Boni. Datang dari dunia yang berbeda membuat Boni adalah figur yang tidak pernah dijumpai Lyra sebelumnya. Sifat Boni yang apa adanya, penampilan a la grunge dan maskulin serta nuansa kelam yang seolah menjadi auranya membuat Lyra penasaran dan selalu senang dekat dengannya. Melihat kehangatan Boni bersama teman-temannya di kejauhan dan mendapati dirinya disini bersama teman-teman selebritinya membuat Lyra kaget akan perasaannya sendiri, yaitu cemburu. Pikiran Lyra menerawang ke momen enam bulan lalu, ketika ia sedang makan malam bersama teman-teman di Modelling Agency tempatnya bekerja.
Malam Desember itu setelah show dan fitting yang melelahkan, Lyra ingin makan besar, dan melupakan makanan sehat sesaat. Di Kedai Burger Luberger di daerah Blok M ia memesan satu paket Cheese burger, kentang dan Coca Cola. Teman-teman modelnya juga demikian. Para prianya malah memesan porsi yang dua kali besarnya. Sebagai seorang Model papan atas tidak menjadikan Lyra hanya senang menyantap makanan Resto terbaik saja. Jiwa penyuka kebebasannya menginginkan tidak ada yang mengekangnya untuk urusan pergaulan, minat apalagi makanan. Sop Buntut, Soto Betawi, Sate Kambing, Nasi Padang merupakan pelipur lara bagi Lyra di akhir minggu dan tak ada dapat menghentikannya menyantapnya. Apa artinya tinggal di Apartment elit, bermobil sedan sport mewah, berpenghasilan besar, namun tidak dapat makan apa yang diinginkan lidahnya?
Sekonyong-konyong seorang pria -yang mungkin tingginya 182 cm- menghampirinya, ditengah Lyra membuka mulutnya lebar-lebar untuk memasukkan sepersekian bagian Cheese burger kedalamnya. Pria tak tahu diri itu berdiri memandangnya, dengan sopan mengajak berkenalan dan menjulurkan tangannya untuk bersalaman. Masih ingat bagaimana susahnya jika kita sedang asik menyantap ayam kalasan dengan nasi dan sambal pakai tangan, lalu tiba-tiba datang pengamen mendekat dan terus menyanyikan lagu-lagunya hingga kita memberikan uang? Yang dirasakan Lyra lebih parah dari itu. Selain dirinya yakin ada saus menempel di sekeliling bibir serta tangannya yang belepotan melted cheese, ia sudah sangat siap untuk melabrak pria nekat tersebut. Hebatnya adegan malah bagaikan di "pause", waktu seolah terhenti dengan delapan wajah yang memandang dirinya, ditengah kesunyian, menantikan respon apa darinya. Sebelum hendak melancarkan bogem mentah kepada pria tersebut, Lyra memandangnya. Berharap setelah melihat mulutnya yang masih terjejal oleh Cheese burger dan bibirnya yang dpenuhi saos, pria itu akan berubah pikiran dan pergi. Tapi tidak.
"Maaf ganggu makan malam kamu, Lyra. Saya suka sekali penampilan-penampilan kamu, dan pengen sekali saya bisa berkenalan. Saya Bonar Sianipar. Biasa dipanggil Boni" Boni menjulurkan tangannya.
Ketika Lyra menengadah, dilihatnya Boni yang tidak seperti ia perkirakan pada awalnya. Badannya tinggi menjulang. Tangannya kokoh dengan kulit sawo matang. Rambut hitam legam, panjang se-rahang, dengan t-shirt berlogo Comic-Con. Orang ini anak Band, atau geek? Tapi Lyra suka. Penampilannya tidak biasa. Gayanya tengil.
Tersadar dari lamunannya, Lyra mendapati dirinya kembali di sofa melingkar dengan meja dipenuhi Whiskey dan Wine. Asap cerutu, rokok dan entah apalagi benda gas yang ikut dihirupnya, seolah menegaskan keberadaannya sekarang dan rasanya mengecewakan. Lyra menyesap Scotch nya saat Lando, pria yang datang bersamanya itu menggenggam tangannya, mengajak ke Dance Floor saat Disc Jockey memutarkan intro lagu "Children" dari Robert Miles. Tanpa berpikir Lyra mengikuti kemana Lando membawanya. Di tempat yang mereka tuju, padat dengan para pengunjung dan ruang gerak sangat terbatas. Agak ironis dengan fungsi sesungguhnya tempat tersebut. Lando dengan cekatan meraih pinggang Lyra dan mendekapnya mesra, seolah sudah terlatih berpasangan dengan Lyra diiringi lagu kesukaannya.Â
Dua puluh meter dari kedua sejoli itu Boni menyaksikannya. Pemandangan memuakkan. Boni sudah hampir melangkah untuk menghampiri mereka dan menghajar Lando habis-habisan, ketika Rami menepuk bahunya dan mengajak cari udara segar. Sadar akan kebodohan dan ketidakberdayaannya, Boni hampir patuh. Namun sesaat kemudian ia berubah pikiran.Â
"Lo tunggu disini. Gue mau ke Lyra sebentar." Boni balas menepuk pundak Rami, kemudian ia berlalu.