Boni merasa gamang. Malam ini harusnya jadi seru, karena ia habiskan bersama teman-teman dekat dan teman-teman baru yang tidak kalah seru. Namun pikirannya terus menuju Lyra dan lelaki baru yang terus nempel bersamanya itu. Saba dan Wanda bergerak menuju kerumunan tempat Rami dan Liani yang masih asik bersama. Niken memilih untuk duduk di Bar dan menemani Boni.
"Mas Boni sama kayak aku, senengnya duduk nyantai." ujar Niken sambil pindah ke kursi di sebelah Boni. Boni tersenyum. Niken memang ada benarnya. Minum bareng teman memang asik, namun untuk urusan joget, Boni bukan peminat serius. Lagipula, pertemuannya dengan Lyra barusan yang membuat Boni benar-benar kehilangan minat berada di tempat ini.
"Setuju. Aku sama kayak kamu, Ken. Cuma senang hangout aja" Boni meneguk Birnya.
"Mungkin sedang cari ilham untuk komik barunya?" tanya Niken penasaran.
"Mungkin juga." Boni jadi berpikir beneran.Â
"Ide cerita datang dari perusahaan pemilik komik. Jadi ketika sudah dituangkan menjadi sebuah script, selanjutnya diserahkan ke Illustrator untuk menerjemahkannya menjadi gambar visual dua dimensi. Yang tinggal gue pikirkan adalah bagaimana agar karakter dengan busananya, setting tempatnya, alat-alat yang dipakainya, angle gambarnya sudah sesuai dengan script tersebut." Tambah Boni.
"Jadi Illustrator sama sekali tidak sumbang ide untuk cerita?" tanya Niken.
"Tidak juga. Bisa juga ikut kontribusi ide untuk cerita, karena bagaimanapun juga Illustrator lah yang menghidupkan script tersebut. Maka Illustrator selalu punya banyak gagasan dan saran untuk mendukung cerita." Lanjut Boni
"Lalu apakah Mas Boni enggak tertarik bikin komik sendiri?" Tanya Niken
"Sangat tertarik. Dan gue memang sudah bikin komik sendiri. Cuma sebatas proyek buat diri sendiri saja." Jawab Boni.