[SPOILER ALERT] FORD dan FERRARI merupakan merk raksasa otomotif dunia yang namanya tak lekang dimakan usia. Siapa yang tak kenal Ford Mustang, legend of American Muscle? Ford Raptor; Pick up Truck bertenaga ganas? Dan bila mendengar nama Ferrari, yang kita bayangkan adalah mobil sport merah yang super kencang; Ferrari Pista, Modena, Testarossa, F40 adalah Dream cars..
Berasal dari dua negara berbeda secara budaya dan latar belakang; U.S dan Italy; Ford maupun Ferrari punya penggemarnya masing-masing. Ford sebagai mobil pertama di Amerika dan terus berupaya memenuhi kebutuhan pasar akan mobil keluarga. Sementara Ferrari lebih focus dalam melahirkan Sportscar yang eksotik untuk para penggemarnya.
Film anyar Ford V Ferrari keluaran 20th Century Fox garapan sutradara James Mangold menceritakan kisah kompetisi legendaris yang pernah terjadi diantara keduanya dalam periode tahun 1964 s/d 1969. Dan kini (mungkin) baru lebih banyak orang tahu mengenai awal kiprah Ford di panggung balap Eropa.Â
Kisah dalam film ini berpusat pada Carroll Shelby dan Ken Miles. Sebagaimana hubungan pertemanan yang naik turun karena tuntutan pekerjaan, cita-cita dan passion, penonton diajak untuk lebih mendalami character serta sepak terjang kedua tokoh utama yang diperankan oleh Matt Damon dan Christian Bale tersebut.Â
Film juga tentu saja sarat dengan adegan politik, persaingan, perdebatan, dialog-dialog pintar dan banyak race scenes. Namun saya tidak bermaksud melakukan review film ini. Artikel ini sesungguhnya ingin membahas akan sejarah dari kisah epik ini.
Ford berminat mengakuisisi perusahaan pembuat Sportscar Italia yang sudah hampir bangkrut tersebut. Berharap dengan tampil jadi juara di ajang balap skala dunia hingga bisa mendongkrak penjualan unit mobil-mobilnya dan tidak hanya menjadi jagoan kandang dengan memenangi balapan NASCAR saja.Â
Sayangnya akuisisi tersebut tidak kesampaian. Enzo Ferrari sang pemilik yang nasionalis tidak ikhlas jika Scuderia Ferrari (Racing Team  Ferrari) disetir oleh Ford.  Perusahaan mobil Italia lainnya; FIAT yang akhirnya berhasil membeli Ferrari. Itu pun juga baru benar-benar terealisasi pada awal tahun 1969.
Ford pun mempersiapkan team terbaik dari Racing Division nya. Dengan menjalin kerjasama dengan LOLA, salah satu pabrikan mobil dari Inggris dan mengembangkan Lola Mk6 yang dijejali dengan mesin Ford V8, serta membangun-ulang chassis, body dan power train.Â
Maka lahirlah FORD GT40 (type GT/101) dan memulai race perdananya di perhelatan balap bergengsi; Nurburgring 1000 Km, salah satu circuit kebanggaan negara Jerman. Kegagalan suspensi membuatnya gagal finish. Selanjutnya setelah beberapa race termasuk di Le Mans dan Nassau, pun GT40 masih belum menorehkan prestasi karena mengalami beberapa kendala mesin dan sebagainya.  Â
Ia bahkan pernah membalap di Formula 1 pada tahun 1958 s/d 1959, sebelum akhirnya memenangi Balap ketahanan 24 jam di Le Mans tahun 1959 dengan mengendarai Aston Martin DBR1. Â Namun sayang karena punya masalah jantung, Shelby berhenti membalap dan membuka Shelby Americans yaitu Custom builder untuk mobil performa tinggi.Â
Salah satu proyeknya adalah memodifikasi mobil asal Inggris; AC Ace dengan menanamkan mesin Ford V8 hingga lahirlah AC Cobra yang sampai sekarang dikenal dengan nama Shelby Cobra.
Ia memulai karir balap di Kejuaraan Nasional SCCA (Sport Car Club of America) tahun 1951; Miles banyak berkontribusi dalam design, konstruksi mobil balap MG, Porsche 550 di beberapa team sebelumnya.Â
Ia juga pernah mencicipi Formula 1 di tahun 1961. Miles merasa bahwa dirinya terlahir sebagai mekanik dan membalap sebagai hobby, untuk menguji mobil balap bukan melulu untuk mendapatkan trophy.
Namun sayang mereka gagal finish di Le Mans 24 hrs. Biarpun mereka mencetak lap tercepat disana dengan memacu GT-40 hingga kecepatan 357 km/h di Mulsanne straight, Le Mans. Di dalam film, Shelby mengatakan pada Henry Ford II bahwa Lap Record yang mengungguli Ferrari 250 LM tersebut membuat Enzo Ferrari gentar.
Ken Miles, Bruce McLaren, Mark Donohue, Denny Hulme, Chris Amon, Lloyd Ruby dan Mario Andretti berjaya sebagai para driver Ford GT-40 di masa keemasan itu.
Hasil kerja keras mereka terbayar saat Ford GT-40 MkII itu dapat terus dipacu habis-habisan pada malam hingga dini hari di saat mobil lain -termasuk para Ferrari- mengalami overheating dan yang lain menghemat tenaga.
Ini artinya Ken Miles yang pada saat itu berada di posisi pertama dan unggul beberapa kilometer dari Bruce McLaren, harus melambatkan mobilnya agar bisa memenuhi keinginan Beebe. Miles pun bersedia menunggu McLaren dan pembalap Ford yang berada di posisi tiga saat itu; Ronnie Bucknum.Â
Jam 4 sore setelah 360 lap ketiga Ford GT melesat melewati garis finish. Ford menang mutlak. Harapannya agar para officials akan memperhitungkan ini sebagai "Dead heat" yang kurang lebih artinya finish beda tipis dan dihitung sama.Â
Namun mengacu pada peraturan saat itu dimana dalam situasi seperti ini, mobil dengan jarak tempuh lebih Panjang dianggap pemenang. McLaren yang pada hari itu start dari posisi belakang (18 meter di belakang Miles) dianggap mencapai jarak tempuh race yang lebih Panjang. Maka McLaren dinyatakan sebagai pemenang.
Pada sebuah interview pasca Le Mans, Beebe serta beberapa executive Ford mengaku Miles berkontribusi banyak dalam pengembangan Ford GT-40. Namun sikapnya sulit diatur serta tidak mengindahkan Team order, bersaing dengan team Ford lain dan berpotensi membahayakan mobil.
Dua bulan setelahnya, Ken Miles tewas dalam test run Ford GT-40 J-Car generasi terbaru di Riverside International Raceway, California. J-Car selanjutnya menjadi MkIV yaitu penerus MkII dan memenangi Le Mans 1967, 1968 dan 1969. Ford menjadi perusahaan mobil Amerika satu-satunya yang pernah memenangi balap ketahanan Le Mans 24 jam.
Carroll Shelby terus berkarya Bersama Ford dengan melahirkan Ford GT350 dan GT500; varian dari Shelby-Mustang. Setelahnya ia juga berkarier Bersama Dodge di tahun 80-an dan ikut ambil bagian dalam modifikasi Dodge Daytona dan Dodge Viper RT/10 CS. Carroll Shelby tutup usia pada tahun 2012.
Pada kisah epic ini sesungguhnya kita diajak belajar akan sejarah Motorsport yang didominasi oleh Eropa pasca perang dunia II. Supremasi mobil-mobil seperti Ferrari, Porsche, Aston Martin hingga nama-nama yang mungkin agak asing bagi orang Indonesia; MG, Lola, Cooper, Lotus sampai Mantra mengingatkan kita akan mobil-mobil balap yang diciptakan manusia untuk menaklukan balapan-balapan yang ganas, melewati batas kemampuan mesin dan sang pembalap yang sesungguhnya.
Negara U.S hingga sekarang punya dunia Motorsport sendiri seperti NASCAR dan INDY. Sama halnya Baseball dan American Football. A league of their own.Â
Sementara di Arena Formula 1, WRC, MotoGP, Formula-e agak sepi American Drivers. Namun kisah Ford V Ferrari boleh jadi mengingatkan kita bahwa akan ada saat dimana underdog muncul dan mematahkan supremasi sang juara bertahan.  Ferrari tahu betul itu. Dan Ford pun  belajar bahwa Value sesungguhnya dari sebuah mobil bukan dilihat dari angka penjualannya. Tapi dari kemenangan yang ditorehkannya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H