Mohon tunggu...
Andre Lolong
Andre Lolong Mohon Tunggu... Insinyur - Follow me @andre_gemala

Husband of a caring wife, father of two, car enthusiast, motorsport freak, Life learner..

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pak Ogah, Membantu atau Meresahkan?

20 Mei 2019   21:10 Diperbarui: 21 Mei 2019   02:08 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Ogah atau Polisi cepek kerap kita jumpai di persimpangan jalan dan tempat parkir. Istilah "Pak Ogah" maupun "Polisi cepek" adalah sebutan bagi orang yang "membantu" kelancaran lalu lintas dengan berbayar, namun tidak berafiliasi kemana pun. Pak Ogah ini ada di jalanan ataupun parkiran di Ibukota maupun daerah. Entah mengapa bisa disebut Pak Ogah. 

Mungkin karena setelah melaksanakan tugasnya, mereka minta uang. Ini mirip seperti tokoh Pak Ogah di serial anak-anak pada tahun 1980-an yang berjudul Unyil. 

Tokoh Pak Ogah pada serial tersebut selalu meminta seratus rupiah (bisa sebesar dua bahkan lima ribu rupiah di kala itu) jika lawan bicaranya menginginkan bantuan atau suatu informasi darinya. Quotes Pak Ogah yang terkenal, "Cepeek dulu dong". Mungkin karena itu maka sebutan lain untuk Pak Ogah masa kini adalah "Polisi Cepek".

Unyil, Pak Ogah, dan Pak Raden (dari kiri ke kanan). Foto: baltyra.com
Unyil, Pak Ogah, dan Pak Raden (dari kiri ke kanan). Foto: baltyra.com
Kehadiran Pak Ogah sebenarnya bukannya melulu tidak berguna. Beberapa belokan di gang kecil yang sempit seperti di mulut gang jalan H. Muhi menuju Pondok Pinang, Jakarta Selatan mungkin memang memerlukan kehadiran orang untuk mengarahkan kendaraan ataupun menjadi "palang manusia" agar kendaraan bisa masuk dan keluar secara bergantian. 

Di beberapa area komersial pun, Pak Ogah bisa saja membantu menjaga kendaraan ataupun mengendalikan keadaan agar tetap kondusif. Contohnya buat mobil dan motor yang parkir untuk beli Kopi di Toko Kopi Tuku di Cipete. 

Karena berlokasi di pinggir jalan utama, parkir bisa sampai mengambil sebagian jalanan. Pak Ogah yang sering juga merupakan preman sekitar sangat familiar dengan area tersebut sehingga berguna juga mengamankan. 

Seperti yang kita tahu, bila buka usaha sedikit saja maka akan banyak pihak yang datang untuk minta jatah. Jadi kadang memang lebih baik berdamai dengan keadaan dan memaksimalkan peran para preman setempat.

CNN Indonesia
CNN Indonesia

Namun kehadiran para Pak Ogah di jalanan cukup merisaukan. Karena sesungguhnya tidak mematuhi ketertiban umum. Bagaimana tidak? Pak Ogah sekarang ada di U-turn atau tempat mobil berputar dan pindah lajur. 

Contoh di U-turn depan McD Bintaro Jaya sector IX. Jelas-jelas ada rambu lalu lintas U-turn dan pihak Developer, Pemprov maupun Dishub sudah berupaya membuatkan U-turn yang baik dan memadai. 

Namun tetap saja ada dua bahkan tiga Pak Ogah di sana. Jika tidak diberikan uang, mereka akan mengumpat. Malah kadang ada yang tidak segan-segan memelototi pengemudi yang tidak memberikan uang. Hal ini sudah merupakan bentuk intimidasi terhadap masyarakat. Pengemudi wanita tentu akan merasa tidak nyaman bahkan takut.

Pada beberapa area komersial, contohnya di bilangan Fatmawati Jakarta Selatan, bahkan Pak Ogah yang hampir pasti merupakan preman setempat tidak segan-segan untuk minta uang parkir sebesar lima ribu rupiah. Pengemudi tentu saja gentar melihat Pak Ogah yang perawakannya berbadan besar dan bertato tersebut.

Ilustrasi ( Foto: istimewa - beritasatu.com)
Ilustrasi ( Foto: istimewa - beritasatu.com)
Orang-orang seperti itu tahu betul cara memanfaatkan sifat orang Indonesia yang cenderung "tidak enakan" sehingga berpotensi untuk memberikan persekot untuk jasa sesaat tersebut. Sebagian Pak Ogah yang memang murni berasal dari preman, mengintimidasi dengan memberikan rasa takut hingga pengemudi memberikan uang.

Sebenarnya cara yang paling ampuh untuk melenyapkan orang-orang seperti ini adalah dengan tidak memberikan mereka uang. Saya juga selalu berusaha tidak memberikan uang di lokasi-lokasi yang saya anggap tidak perlu dibantu oleh para Pak Ogah. 

Pada parkiran bertuliskan "Parkir Gratis" juga saya tidak memberikan uang parkir. Sama hal nya dengan kita tidak perlu memberikan uang pada petugas kebersihan Toilet di parkiran Rest Area yang bertuliskan "Toilet Gratis". 

Kecuali tentu saja, ada keikhlasan tersendiri dari anda. Biarpun sebenarnya itu tidak diperlukan karena malah bisa menciptakan "kebiasaan" diberikan tips. Sebenarnya kebiasaan seperti itulah yang membuat adanya kotak bertuliskan dua ribu rupiah yang ada di depan pintu toilet SPBU ataupun Rest Area yang kerap kita jumpai.

smilesgram.com
smilesgram.com
Masyarakat harus lebih berani tegas untuk tidak berikan uang ke Pak Ogah dan cukup memberikan tangan tanda berterima kasih. Tujuannya bukanlah pelit atau tidak peka. 

Justru karena kita peduli, maka mulailah memberikan edukasi kepada para Pak Ogah dengan tidak memberikan mereka uang. Agar mereka terpacu untuk mencari nafkah dengan bekerja yang benar dan bisa lebih berguna ditengah masyrakat ini.

Dengan makin majunya jaman dan teknologi, Indonesia perlahan berbenah, termasuk juga di sector infrastruktur. Ini mencakup jalur transportasi. Jalan Tol, Pelabuhan udara, Sea Port, Jalan raya, jalan menengah, pedestrian, fasilitas umum lainnya, semuanya diperbaiki, dikembangkan, ditambahkan demi kelancaran hidup, usaha, perekonomian negeri ini.

Untuk bayar Tol saja sudah digunakan mesin scan Kartu. Tilang di jalan sudah ada yang menggunakan Kamera pengawas. Semua dilakukan agar lalu lintas lebih efektif dan efisien.

Saya yakin ada wadah-wadah yang bisa digunakan dan dikembangkan untuk membantu para Pak Ogah ini, agar mereka bisa lebih berkontribusi positif ke masyarakat. Saya menghimbau Pemerintah untuk bisa lebih memaksimalkan wadah-wadah ini. Masyarakat juga harus turut serta dengan "memberikan edukasi" seperti yang saya sebutkan diatas tadi.

Perusahaan outsource juga sudah cukup banyak sekarang. Lapangan pekerjaan berbasis online juga sekarang ini merebak. Saya pernah melihat di TV nasional; seorang pemilik lahan di bilangan Tangerang yang memberdayakan lahan miliknya untuk digunakan bertanam sayur-sayuran yang panennya didistribusikan dan dijual ke berbagai Pasar Induk. 

SDM yang digunakan beliau adalah anak-anak muda yang putus sekolah atau bahkan tidak pernah bersekolah sama sekali. Anak-anak ini bukan saja mempunyai pekerjaan, namun juga belajar bercocoktanam. Dan sekarang mereka telah terbekali keahlian, pekerjaan yang baik, bisa memberikan nafkah untuk keluarga dan terlebih lagi punya masa depan yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun