Ungkapan ini sepertinya cocok untuk New South China Mall di Dongguan, China.
Maunya membangun mall terbesar dan termewah di dunia dengan luasan 659,612 m2 (gross), dilengkapi gerbang berbentuk Arc de Triomphe setinggi 25 meter, sungai buatan sepanjang 2 km lengkap dengan gondola, dan arena roller coaster terbesar di dunia dengan tingkat kunjungan customer 70.000 orang per-hari yang datang dari Dongguan dan kota-kota di sekitarnya, seperti Guangzhou dan Shenzhen.
Mirip Mall Artha Gading di Jakarta Utara yang memiliki atrium terinspirasi Jalur Sutera (Nusantara, China, India, Paris, Italia & Persia), New South China Mall juga memiliki 7 zona yang mewakili kota-kota di dunia, meliputi Amsterdam, Venisia, Paris, Roma, Mesir, California, dan Karibia.
Ini semua berawal dari mimpi Alex Hu Guirong, pengusaha mie instan di Dongguan yang berangan-angan menghadirkan dunia di mal ini. Untuk merealisasikan mimpinya, Hu Guirong mengirim beberapa arsiteknya keliling dunia selama 2 tahun untuk survey mall, khususnya di AS dan Eropa.
Ia pun tidak segan-segan merogoh kantongnya untuk membiayai pembangunan mall hingga Rp 2 trilyun! Â
Secara fisik bangunan memang mall ini berdiri megah dengan segala atributnya, namun sayang saat mall dibuka pada tahun 2005, tenant occupancy hanya 1%!Â
99% unit tokonya kosong melompong.
Traffic pengunjung pun sepi, jauh dari target!
Sepertinya Hu Guirong lupa bahwa buat shopping mall, tenant adalah kunci! Tenant merupakan menu utama yang disajikan di dalam mall selain beragam faktor lainnya, seperti services, promotion program hingga customer experience.Â
Proses pencarian tenant idealnya dilakukan sebelum pembangunan fisik dimulai atau setelah market feasibility study dan desain mall dirancang. Selain itu, demografi dan psikografi target market juga harus menjadi perhatian.Â
Dongguan adalah kota industri dengan populasi sekitar 8 juta penduduk, mayoritas warganya pekerja imigran dengan penghasilan rendah, sekitar Rp 2,8 juta/bulan. Ibaratnya, jangankan untuk berbelanja di mall, untuk makan sehari-hari pun mereka masih kesulitan.
Berharap customer dari kota sekitar? Sistem transportasinya tidak mendukung, karena lokasinya cukup jauh, 60-90 km, atau sekitar 2-3 jam perjalanan.Â
Makanya New South China Mall sempat dijuluki 'The Ghost Mall' saking sepi & kosongnya, meski saat ini ketika mall berganti kepemilikan, traffic & okupansi tenant sudah bertambah tapi masih jauh dari ideal berbanding luasan mall.
Lesson learned: sebelum bangun mall pelajari lagi demografi & psikografi target marketnya, dan yang nggak kalah penting prospek retailnya! Apakah retail sudah jenuh? atau masih bisa diserap pasar? Lebih baik membangun mall tumbuh yang dapat di-upsize jika demandnya tinggi. Daripada bangun mall besar tapi kopong..Â
Mimpi Hu Guirong membangun mall terbesar di dunia mungkin tercapai, tapi sayang mallnya juga menjadi yang tersepi di dunia!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI