Mohon tunggu...
andrefeb febriansyah
andrefeb febriansyah Mohon Tunggu... Administrasi - penggemar buah

pembuat jejak

Selanjutnya

Tutup

Otomotif

Surat kepada Kakak Kelas, Ignasius Jonan*

18 November 2012   00:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:09 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1353199748238793617

Selamat Pagi, Pak Jonan. Sudah lama saya ingin membuat surat ini via email, tapi saya tidak tahu dialamatkan ke mana. Kalau ditulis pakai surat kertas selain tidak go green, saya juga tidak mau keluar modal ngeprint, beli prangko dan transport ke kantor pos. Akhirnya saya tulis saja di blog saya ini, mudah-mudahan bapak sempat membaca. Meskipun sekarang saya bukan pengguna rutin kereta api, khususnya KRL, saya yang sesekali menggunakan moda angkutan rel ini untungnya masih bisa mengamati fenomena yang terjadi. Menurut saya ada beberapa kebijakan yang agak aneh, yaitu : 1. Loopline yang mengharuskan pengguna KRL berpindah (transit) ke tujuan lain. Saya bukan tidak setuju dengan sistem transit ini, karena memang mengeliminasi replikasi jalur KRL. Yang saya rasa kurang pas adalah ketersediaan KRL yang menampung penumpang transit tersebut. Meskipun saya nature-nya adalah penumpang jalur Bogor/Depok, saya sendiri merasa ada rasa 'ketidakadilan' misalnya terhadap penumpang Bekasi yang hendak ke Tanah Abang. Pada jam sibuk mereka harus transit dengan KRL yang sudah penuh dari Bogor/Depok. Saya malah berpikir apa tidak sebaiknya untuk jam sibuk disediakan KRL khusus untuk transitan itu. Atau malah semua KRL Bogor/Depok dan Bekasi berhenti saja sampai Manggarai, lantas jalur dari Manggarai ke Kota, Tanah Abang, atau Senen/Jatinegara disediakan KRL khusus atau KRL lingkar. 2. KRL khusus wanita. Terus terang saja saya tidak menemukan dasar aturan untuk angkutan yang memberikan pengkhususan berbasis gender. Apabila tujuannya adalah untuk perlindungan terhadap wanita, saya takut kalau ada kejadian, misalnya pelecehan seksual terhadap wanita di KRL biasa, nanti yang disalahkan bisa-bisa sang korban, karena alasannya sudah disediakan KRL khusus wanita. Dalam prakteknya saya juga melihat adanya jam 'show' KRL wanita ini tidak pada jam sibuk, dimana gerbong khusus wanita saja sudah cukup memadai. Saya rasa bila untuk menimbulkan pencitraan akan perlindungan terhadap wanita (dimana isu ini sangat banyak diusung media) selain high cost untuk operasional sebuah rangkaian KRL juga terkesan berlebihan. Saya tidak tahu apakah sudah ada survei mengenai proporsi gender penumpang KRL sehingga bapak memutuskan kebijakan yang condong kepada salah satu (gender) konsumen. 3. KRL tidak berhenti di Gambir dan Pasar Senen. Saya tahu ada alasan yang kuat untuk kebijakan ini. Tapi ini malah menimbulkan kesan bahwa bapak tidak berhasil mengintegrasikan antara KA dan KRL. Bahwa untuk mencapai Stasiun Gambir dan Pasar Senen yang merupakan stasiun KA, bapak menghapuskan KRL sebagai akses kesana. Bila angkutan lain seperti angkot, bis, taksi, bajaj dan ojek berebutan untuk bisa menyediakan akses dari atau menuju stasiun, bapak malah menghilangkan persinggahan kurang dari semenit untuk KRL di stasiun-stasiun itu. Disclosure/pengungkapan di website krl.co.id hanya menyebutkan bahwa KRL tidak berhenti di Gambir dan Senen hanya di bulan September 2012. Nyatanya waktu surat ini saya buat juga masih tidak berhenti. Artinya bisa menimbulkan pembaca website krl.co.id salah mengambil keputusan. Bapak bisa bayangkan kalau saya dari Depok mudik ke Surabaya membawa tas besar harus berpindah angkutan naik-turun tangga stasiun. Saya tidak bisa menerima solusi 'nggandol' atau 'nginthir' kereta api ke stasiun yang tak terjangkau KRL itu, karena itu melanggar SOP 'pertiketan'. Substansinya Stasiun Gambir sebenarnya adalah stasiun KRL, perlu bapak ingat kembali. 4. KRD Bumi Geulis berangkat jam 17.00 dari Stasiun Bogor. Meskipun saya hanya sekali naik kereta ke Sukabumi, sebelas tahun yang lalu, saya kira ada yang kurang pas dengan jadwal KRD ini sekarang. Justru karena saya pernah naik KRD sebelas tahun yang lalu itu saya jadi tahu bahwa tiap akhir pekan selalu penuh sesak. Dibanding dulu, jadwal KRD ini sudah jauh berkurang. Saya tahu bapak bisa beralasan bahwa sekarang ini masih lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya yang tidak beroperasi, tapi saya kira kemajuan atau kemunduran tidak bisa dilihat secara jangka pendek. Jam 17.00 itu masih sangat sore bagi orang-orang Sukabumi yang bekerja di Jabodetabek, sehingga tiap akhir pekan KRD itu bukan menjadi suatu pilihan karena sudah berangkat. Saya usul tiap akhir pekan jadwal KRD itu dibuat agak malam saja seperti saya dulu pernah naik. Kita satu almamater dan satu jurusan, meskipun bapak jauh lebih senior dari saya. Bedanya bapak mungkin bisa mengaktualisasi diri dalam dunia transportasi Indonesia, sedangkan saya cukup di blog ini (karena gagal masuk tes Jakarta MRT). Tapi saya berani menulis surat ini karena saya kira saya sangat berpengalaman sebagai pengguna transportasi umum. Demikian, terimakasih atas perhatiannya. Saya doakan bapak jadi menteri perhubungan kalau bapak berkenan membalas surat ini. * Direktur Utama PT KAI http://maskomuter.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun