Semenanjung Korea di Asia timur sudah lama menjadi ketegangan geopolitik, terutama sejak pertengahan abad ke-20. Setelah Jepang kalah di Perang Dunia II tahun 1945, Korea yang tadinya dijajah Jepang akhirnya dibagi menjadi dua yaitu, Korea utara yang didukung Uni soviet dan Korea selatan yang di-back up Amerika serikat. Garis pemisahnya adalah Paralel ke-38, yang awalnya cuma dimaksudkan untuk sementara. Tapi, karena Perang Dingin antara blok barat dan blok timur makin memanas, akhirnya pembagian ini menjadi permanen.
Di tahun 1948, akibat dari perselisihan blok barat dan blok timur muncul dua negara baru yaitu Korea selatan yang dipimpin Syngman rhee dan Korea utara dibawah Kim Il-sung. Keduanya sama-sama ngotot mengaku sebagai pemerintah sah untuk seluruh Korea, dan ini menyebabkan meletusnya Perang Korea pada tahun 1950. Perang ini berlangsung tiga tahun dan melibatkan negara-negara besar seperti AS dan Tiongkok serta Uni soviet.
Setelah tiga tahun berperang, keduanya sepakat gencatan senjata pada tahun 1953. Tapi, sampai sekarang belum ada perjanjian damai resmi yang ditandatangani, artinya kedua negara Korea masih secara teknis berstatus perang. Sejak Perang Korea, Semenanjung Korea jadi salah satu wilayah yang paling termiliterisasi di dunia.
Ada Zona Demiliterisasi (DMZ) yang memisahkan kedua negara ini zona yang katanya demiliterisasi, tapi justru penuh tentara dan benteng pertahanan di setiap sisi. Kedua Korea terus memperkuat militer mereka, dan situasinya tetap tegang sampai sekarang.
Ancaman Nuklir dari Korea Utara
Kemungkinan penggunaan senjata nuklir di Semenanjung Korea bisa saja terjadi dilakukan. Bayangkan saja jika senjata nuklir digunakan di kota padat penduduk seperti Seoul yang ada Korsel, dampaknya akan sangat mengerikan, jutaan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur dalam skala besar akan terjadi. Radiasi nuklir juga dapat menyebar ke negara-negara tetangga, mempengaruhi kesehatan masyarakat dan lingkungan untuk jangka waktu yang panjang. Ketegangan akibat ancaman nuklir ini berpotensi memicu konflik militer besar antara Korea utara dan Amerika Serikat dan sekutunya yaitu Korea selatan.
Perang terbuka di Semenanjung Korea bukan hanya bisa menghancurkan ekonomi kawasan, tetapi juga dapat mengganggu rantai pasokan global, yang bisa saja membuat negara lain ikut campur juga dan membuat skala konflik semakin membesar. Ketidakstabilan ini dapat menyebabkan investor asing menarik diri dari kawasan, memperlambat pertumbuhan ekonomi di Asia Timur yang merupakan salah satu pusat ekonomi global.Â
Tanggapan dan Sikap Dunia InternasionalÂ
Berbagai macam negara telah mencoba berbagai cara untuk menekan Korea utara agar menghentikan program nuklirnya, termasuk melalui berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB. Sanksi ekonomi yang dijatuhkan terhadap Korea Utara, seperti pembatasan ekspor batu bara dan impor minyak, dirancang untuk melemahkan kemampuan ekonomi negara tersebut dan memaksa mereka untuk bernegosiasi melakukan denuklirisasi.
Namun, Korea Utara tetap teguh mempertahankan senjata nuklirnya sebagai jaminan keberlanjutan keamanan rezimnya. Amerika serikat dan sekutu-sekutu regionalnya, seperti Jepang dan Korea Selatan, telah mengambil langkah-langkah militer sebagai tanggapan terhadap ancaman nuklir ini.