Belakangan ini, kita sering banget lihat orang-orang makin gampang mengidentifikasi mereka dengan suatu kelompok. Mungkin kelompok pendukung klub bola, komunitas gamer, atau bahkan kelompok pendukung capres. Tapi, tahu nggak sih? Setiap kelompok pasti punya musuh yang mereka ciptakan sendiri.
Ada seorang penulis keren, Umberto Eco, yang nulis buku "Inventing The Enemy". Dia bilang, kelompok butuh musuh buat memperkuat identitas dan solidaritas mereka. Misalnya, komunitas penggemar K-Pop sering banget bersaing dan bertengkar dengan komunitas penggemar musik Barat. Atau fans klub bola Persija Jakarta yang selalu merasa rivalnya adalah pendukung Persib Bandung. Padahal, kalau dilihat secara objektif, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan sendiri.
 Masalahnya Apa?
Nah, masalah muncul ketika kelompok-kelompok ini bikin cerita-cerita yang nggak adil dan penuh kebohongan tentang musuh mereka. Cerita-cerita ini sering dibesar-besarkan biar kelompok mereka terlihat lebih baik. Misalnya, di musim pemilu, hoax dan teori konspirasi jadi makanan sehari-hari. Pendukung capres A bisa bikin cerita aneh-aneh tentang capres B, begitu juga sebaliknya. Ini terjadi karena kita sering nggak tahu atau nggak mau tahu apa yang sebenarnya terjadi di kelompok lain.
Fenomena ini sudah ada sejak dari dulu. Contoh paling dekat dengan kita adalah pada saat 2019Â dimana saat itu pendukung paslon urut no 1 yaitu Pak Prabowo Subianto turun kejalan dan membuat kerusuhan panjang yang meminta pemilu dilakukan ulang karena mereka menganggap bahwasannya pemilu pada saat itu hasil rekayasa.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Kalau kita mau melawan hoax dan informasi keliru, kita harus melengkapi diri dengan pengetahuan. Cari tahu sejarah dan latar belakang kelompok lain. Misalnya, kalau penasaran sama satu komunitas, kita bisa pelajari sejarah dan antropologinya, atau lebih gampangnya, keluar rumah dan ngobrol langsung sama mereka. Dengar cerita mereka langsung dari sumbernya.
Setelah punya pengetahuan, kita bisa coba menempatkan diri di posisi mereka alias berempati. Misalnya, kalau dengar cerita aneh tentang kelompok lain, tanya dulu ke diri sendiri, "Seberapa banyak kita tahu tentang mereka? Sudah berapa orang dari kelompok itu yang kita ajak ngobrol dan dengar ceritanya?"
Jadi, intinya, setiap kelompok butuh musuh buat memperkuat identitas mereka. Tapi, kita harus hati-hati dengan cerita-cerita yang dibuat tentang musuh ini. Jangan mudah percaya sama informasi yang nggak jelas sumbernya. Lengkapi diri kita dengan pengetahuan dan empati, biar kita bisa lebih bijak dalam menghadapi perbedaan dan nggak gampang termakan hoax.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H