Pertumbuhan ekonomi sering kali dijadikan indikator utama kesuksesan sebuah negara. Namun, apa yang tersembunyi di balik angka-angka pertumbuhan ini? Menurut analisis dari MoneyWeek, pertumbuhan yang dicapai sering kali berasal dari penciptaan utang baru, bukan peningkatan produktivitas yang nyata. Ketika pemerintah mencetak uang untuk merangsang ekonomi, nilai mata uang menjadi terdepresiasi, mengakibatkan inflasi yang merugikan masyarakat kelas menengah dan bawah.
Ironisnya, banyak negara terus menggunakan strategi ini untuk mengatasi perlambatan ekonomi. Namun, semakin besar utang dan semakin lama strategi ini digunakan, semakin sulit untuk menghindari kehancuran ekonomi. Sebagaimana dalam skema Ponzi, ketika aliran dana baru berhenti, sistem akan runtuh.
Krisis Kepercayaan dan Ketimpangan
Salah satu dampak langsung dari sistem ekonomi seperti ini adalah krisis kepercayaan. Masyarakat semakin kehilangan keyakinan terhadap institusi keuangan, pemerintah, dan korporasi besar. Ketimpangan ekonomi yang semakin lebar juga memperburuk keadaan. Laporan dari Forbes menunjukkan bahwa 1% orang terkaya di dunia menguasai lebih dari separuh kekayaan global. Sementara itu, jutaan orang hidup dalam kemiskinan tanpa akses ke pendidikan, kesehatan, atau peluang ekonomi.
Ketimpangan ini menciptakan siklus berbahaya di mana mereka yang berada di puncak piramida terus mendapatkan keuntungan, sementara mayoritas populasi terjebak dalam utang dan ketidakpastian.
Apa Solusinya?
Untuk keluar dari lingkaran setan ini, sistem ekonomi global membutuhkan reformasi besar-besaran. Salah satu langkah penting adalah mengurangi ketergantungan pada utang dan mengadopsi model ekonomi yang berkelanjutan. Mengalihkan fokus dari pertumbuhan tak terbatas ke keberlanjutan adalah langkah krusial. Ini termasuk investasi dalam energi terbarukan, pengurangan limbah, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan. Bank sentral dan institusi keuangan harus mengadopsi kebijakan yang lebih transparan dan bertanggung jawab. Pengawasan terhadap pencetakan uang dan pengelolaan utang juga perlu diperketat. Mengurangi ketimpangan ekonomi dengan kebijakan perpajakan progresif dan investasi dalam pendidikan serta infrastruktur untuk mendukung masyarakat berpenghasilan rendah. Edukasi tentang risiko sistem ekonomi saat ini dapat mendorong masyarakat untuk mendukung perubahan. Dengan pemahaman yang lebih baik, tekanan untuk reformasi dapat datang dari akar rumput.
Ekonomi global saat ini memang menunjukkan banyak karakteristik yang menyerupai skema Ponzi. Ketergantungan pada utang, eksploitasi sumber daya, dan ketimpangan ekonomi yang ekstrem adalah masalah mendasar yang harus diatasi. Tanpa reformasi yang signifikan, risiko runtuhnya sistem ini semakin besar, membawa dampak buruk bagi generasi mendatang.
Namun, masih ada harapan. Dengan kesadaran yang meningkat dan dorongan untuk perubahan, dunia dapat bergerak menuju sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan. Pertanyaannya adalah, apakah kita siap untuk mengambil langkah tersebut sebelum semuanya terlambat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H